Saturday, May 9, 2020

#9 : Perjalanan Delapan Arah


Hai ! semoga semua dalam keadaan sehat ya. Hari ini agak panjang lanjutan ceritanya. Pada intinya, #9 ini menceritakan bahwa para kstaria akan berpencar untuk mencari teratai emas. Sebelumnya tetap akan aku kisahkan episode sebelumnya.
Dongeng berjudul “Petualangan Kelana” ini menceritakan tentang seorang prajurit bernama Kelana (#2). Suatu hari ia berhasil menggagalkan rencana Rafas, penyihir jahat, untuk melukai Putri Mahesa, putri Sang Raja (#3). Atas keberaniannya, Kelana diangkat menjadi seorang Ksatria Kerajaan.
            Ketika sedang berbincang dengan Putri Mahesa, Kelana berbohong mengenai keadaan keluarganya (#4) dan Putri Mahesa menceritakan kisah mengenai hilangnya Sang Ibu (#5).          
Saat hari pelantikan tiba, Kelana mengusir adiknya yang datang ke kerajaan (#6) dan secara tiba-tiba, Rafas tiba-tiba muncul dan membuat Putri tidak sadarkan diri. Ia pun mengaku bahwa ialah yang membunuh Sang Permaisuri, ibu Putri Mahesa (#7). Ketika kerajaan Andala diselimuti kegelapan karena sihir Rfas, Permaisuri menemuinya dan ia merebut tongkat Rafas. Namun naas, ia terjatuh dari tebing (#8). Rafas mengatakan Putri Mahesa bisa kembali sadar dengan syarat kerajaan Andala diserahkan kepadanya.
***

Putri Mahesa kemudian dibaringkan di tempat tidurnya. Sang raja tidak lupa menutup tubuhnya dengan selembar selimut yang hangat. Ia menangis melihat putrinya terlelap akibat sihir dari Rafas. Ia meminta para pelayan untuk bergantian menjaga Putri Mahesa. Segera setelahnya, ia kembali ke ruangan tengah dan duduk termenung di atas singgasana.
Di sana sudah terdapat para ksatria dan penasihat kerajaan sedang menunggu. Mereka mengadakan pertemuan penting.
“Tak kusangka ia telah membunuh sang ratu ! sungguh orang jahat !” kata seorang Ksatria.
“Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan. Haruskah aku menyerah dan memberikan kerajaan ini padanya ?” Tanya sang raja sambil menunduk. Ia menopang dahinya dengan tangan sambil menatap ke bawah.
Semua yang ada di istana hanya bisa terdiam, sebelum akhirnya salah seorang berkata,
“Yang Mulia. Pikirkanlah sejenak. Kita memiliki waktu seminggu untuk semua ini. Kita masih bisa mengusahakannya.”
“Biarkanlah kami maju, Yang Mulia ! Kami adalah ksatria terpilih dan sudah menjalani pelatihan yang keras ! sekarang adalah saatnya untuk membuktikan bakti kami kepada kerajaan !” kata salah seorang ksatria yang diikuti oleh sorak dan anggukan kstaria lain.
“Kalian tidak tahu siapa yang akan kalian hadapi. Lihatlah, tidak ada seorangpun dari kita yang bisa menyentuhnya !” raja menjawab.
Susana kembali tenang. Mereka mengetahui bahwa Rafas adalah orang jahat yang memiliki kekuatan sihir. Tidak heran selama ini dia tak tersentuh karena ilmu hitamnya itu.
Mereka yang ada di sana berdiskusi dengan alot untuk menemukan jalan keluar mengalahkan Rafas. Apabila kerajaan jatuh ke tangannya, pastilah kehidpuan masyarakat akan menjadi menderita dan hancur. Mereka tidak ada pilihan lain dan diskusi itu hanya menemui jalan buntu. Tiba-tiba, salah seorang penatua berkata,
“Ada sebuah legenda. Di sana dikatakan bahwa siapapun yang berhasil mendapatkan teratai emas milik penyihir baik, akan menjadi orang terkuat di negeri ini. Namun untuk mendapatkannya tidaklah mudah. Ia harus melewati berbagai tantangan dan rintangan yang amat berat. Kudengar belum ada satu orangpun yang berhasil mendapatkannya,”
“Di manakah kita harus mencari teratai emas itu ?” Tanya salah seorang ksatria.
“Tidak ada yang tahu..” jawabnya.
Semua tercengang dengan jawabannya. Bagi mereka, itu adalah hal yang amat mustahil dilakukan. Namun mendapatkan teratai emas adalah satu-satunya cara untuk bisa menyelamatkan kerajaan dan Putri Mahesa.
“Baiklah yang mulia, sebagai ksatria di sini, kami akan berpencar dan mencari teratai emas itu. Jangan khawatir, para prajurit akan tetap tinggal di kerajaan dan menjaga keamanan. Kami akan kembali sebelum waktunya habis, untuk bertemu dengan Rafas, raja kejahatan itu !” ksatria berteriak sambil mengepalkan tangannya. Dari sorot matanya terlihat amarah yang membara.
Mendengar hal itu, Kelana terkejut dan tidak berapa lama kemudian sang raja berkata,
 “kami berhutang budi pada kalian,” sang raja tiba-tiba beranjak dari singgasananya dan bertulut di hadapan para kstaria. ia meneteskan air mata haru karena kepahlawanan para ksatria. Kelana masih terdiam ketika para ksatria membantu sang raja berdiri lagi.
Merekapun segera memberi hormat kepadanya dan bergerak menuju ke ruangannya masing-masing. Tidak ada hari esok. Saat itu juga mereka akan bersiap berangkat untuk mencari teratai emas yang antah berantah.
Kelana mengemas barangnya dengan enggan. Pikirannya melayang ke mana-mana. Ia berpikir mengenai keluarganya dan terutama keselamatan dirinya sendiri. Ia masih merasa takut bilamana terjadi sesuatu padanya. Ia mulai mempertanyakan kepantasan dirinya untuk mendapatkan gelar kehormatan dari kerajaan itu, terlebih sikapnya terhadap keluarganya. Kesibukan menjauhkannya dari mereka dan harga diri menutup hatinya untuk mengakui jati dirinya sendiri. Namun apa daya, Kelana harus tetap mengepak barang-barangnya kemudian berjalan menuju ke arah Horsi, kuda kesayangannya. Baginya sudah tidak ada lagi jalan mundur. Ia harus menghadapi yang ada di depannya. Dalam hati kecilnya ia ingin bertemu dengan keluarganya, terutama karena ia menyadari bahwa perjalanan ini berisiko dan ada kemungkinan ia tidak bisa bertatapan dengan ibu serta adiknya. paling tidak, untuk mendapatkan restu dan doa. Tetapi dengan sikap dinginnya tadi membuatnya semakin malu untuk menemui mereka berdua.
“Äyo Horsi, kita pergi,” katanya pada kudanya itu.


No comments:

Post a Comment

Pilihan untuk Menjadi Ibu yang Bekerja

Menjadi ibu itu capek ! Serius, melelahkan. Sebagai seorang ibu, mau bekerja atau full time di rumah, tetap saja melelahkan. Beberapa waktu...