Wednesday, May 20, 2020

#20 : Kebesaran Hati Keluarga Kelana

Hai ! Maafkan karema tulisan ini terlambat beberapa jam dari yang seharusnya terjadwal. Tanpa banyak basa-basi, mari kita lanjutkan dongeng ini :D

Dongeng ini berjudul “Petualangan Kelana”, bercerita mengenai seorang prajurit bernama Kelana (#2) yang berhasil menggagalkan rencana Rafas, penyihir jahat, untuk melukai Putri Mahesa, putri Sang Raja (#3). Karenanya, Kelana hendak diangkat menjadi seorang Ksatria Kerajaan.

            Ketika Putri Mahesa menanyakan keluarga Kelana, Kelana berbohong mengenai keadaan keluarganya (#4) dan Putri Mahesa menceritakan kisah mengenai hilangnya Sang Ibu lima tahun yang lalu (#5).      

Saat hari pelantikan tiba, Kelana mengusir adiknya yang datang ke kerajaan (#6) dan secara tiba-tiba, Rafas muncul dan menyihir Putri Mahesa hingga tak sadarkan diri. Ia pun mengaku bahwa ialah yang membunuh Sang Permaisuri, ibu Putri Mahesa (#7). Ketika kerajaan Andala diselimuti kegelapan karena sihir jahatnya, Permaisuri menemuinya dan merebut tongkat Rafas. Namun naas, ia terjatuh dari tebing (#8). Pada saat itu pula, Rafas mengatakan Putri Mahesa bisa kembali sadar dengan syarat kerajaan Andala diserahkan kepadanya.

Atas kejadian ini, para penasihat dan Ksatria istana mengadakan pertemuan dan didapatkan hasil mereka akan berpencar untuk mencari teratai emas yang konon bisa untuk mengalahkan sihir jahat (#9). Kelana pun memulai perjalanannya ke arah tenggara (#10).

Ketika berada di tengah hutan, Kelana menyelamatkan seekor kelinci milik seorang wanita tua. Sebagai balas jasa, ia memberitahukan cara untuk mendapatkan teratai emas dengan menunjukkan lembah terdalam hutan. Sesampainya di sana, Kelana melihat cermin dan tersedot masuk ke dalamnya (#11).

Kelana mengalami perjalanan sihir hingga sampai ke sebuah tempat yang asing baginya, di mana tempat itu terdapat tantangan untuk diselesaikan demi mendapatkan teratai emas. Tantangan pertamanya adalah mengalahkan raksasa (#12). Pada perjalanannya tersebut, Horsi, kuda kesayangannya, berubah dari kuda menjadi seekor tikus.

Pada #13 Kelana masih mencari cara untuk bisa mengalahkan raksasa dan #14 menceritakan kesuksesan Kelana dalam menghadapi ujian pertamanya itu dengan menggnakan taktik yang cerdik. Setelah mengalahkan raksasa, Kelana kembali mengalami perjalanan ruang dan waktu.

Kelana sampai pada sebuah keramaian pasar untuk ujiannya yang kedua. Kali ini ia diminta untuk menemukan barang yang paling berharga di sana (#15). Kelana masih belum menemukannya, sesekali ia melihat uang yang ada di dompetnya manakala ada keajaiban yang menggandakan uang tersebut. Lama ia mencari, namun belum juga ketemu. Lalu tiba-tiba, teman seperjalanannya, Horsi, mulai menunjukkan tanda-tanda tidak sadarkan diri (#16).

Setelah Horsi melewati masa kritisnya, Kelana menemukan barang yang paling berharga (#17) dan ia melewati perjalanan lagi untuk menghadapi ujian yang ketiga.

Di sini ia mendarat pada sebuah pemukiman padat dan bertemu dengan seorang pencuri secara tidak disengaja. Bila berhasil melewati ujian yang terakhir ini, Kelana akan mendapatkan teratai emas (#18). Di pemukiman tersebut, Kelana bertemu dengan seorang pencuri yang ternyata adalah adiknya sendiri, Maharani (#19).

***

Pertanyaan itu seperti tidak terjawab. Maharani hanya menunduk dan tidak bisa berkata apa-apa.

“Aku tidak..” ia terbata-bata.

“Di mana kamu mengambilnya ? supaya ibu bisa meminta maaf dan menggantinya,” akhirnya sang pemilik suara itu muncul di hadapan Kelana. Seorang  berusia lanjut, wajah cantiknya masih terlihat meski ia sudah menua, rambut putihnya menunjukkan kedewasaan, tatapan lembutnya tidak berubah seperti dahulu kala.

“Kita memang miskin, tapi jangan sekali-sekali kamu melakukan tindakan terlarang. Ingat, kakakmu, Kelana, adalah seorang prajurit, bahkan kudengar sekarang ia diangkat menjadi ksatria.. ia adalah penegak kebenaran.. ia..” belum sempat ibu meneruskan kata-katanya, Maharani langsung menanggapi,

“ibu ! dia sudah tidak menganggap kita lagi ! aku kemarin menemuinya dan ia bahkan tidak memandangku sama sekali ! ia mengatakan berasal dari keluarga ksatria dan tidak memiliki keluarga lagi !” suara Maharani menggelegar menunjukkan kekecewaannya.

Kelana menahan tangis mendengar perkataan adiknya itu. Ia merasa amat bersalah kepada mereka. Demi harga dirinya, ia dengan tega tidak menganggap keluarganya sendiri. Ia ingin minta maaf dan memeluk adik serta ibunya, namun ia mengetahui bahwa ia tidak pantas untuk melakukannya. Ia merasa tidak memiliki wajah untuk bertatapan dengan mereka. Sementara itu Horsi melihat Kelana dengan keheranan. Kelana memandang Horsi dan tersenyum kepadanya. Kelana kemudian memasukkan Horsi ke dalam saku celananya.

“Maharani, putri kesayanganku. Sudah lupakan itu semua. Bagaimanapun juga, ia adalah kakakmu, meskipun katamu ia tidak menganggapmu, bahkan ibu. Namun ibu yakin, kakakmu memiliki alasan yang kuat untuk melakukannya, demi kepentingan negara. Sudahlah.. maafkan kakakmu, nak…” ibu memeluk Maharani dan membelai lembut rambut hitam panjangnya. Maharani hanya bisa menangis di pelukan ibunya.         

Kelana sudah tidak tahan lagi melihat semuanya. Ia memberanikan diri untuk keluar dari tempat persembunyiannya. Dengan mata berkaca-kaca, ia mendekati ibu dan adiknya yang sedang berpelukan.

“Maafkan keegoisanku, ibu… Rani..” katanya terbata-bata.

Maharani dan ibunya segera menengok ke arah Kelana. Sungguh terkejutlah mereka, melihat orang yang sudah lama hilang kini kembali ke rumah.

“Aku adalah orang jahat.. aku tidak pantas memiliki keluarga ini.. demi harga diri, melakukannya. Maafkan aku Rani, telah mengusirmu… aku sungguh bersalah…” Kelana jatuh dan berlutut di hadapan kedua orang itu.

“Kak…”

“Kelana…”

Mereka berdua langsung membantu mengangkat Kelana yang berlutut di hadapannya. Air mata Kelana menetes deras dari pipinya. Baru kali ini ia merasa sedih hingga menangis terisak. Kelana tertatih dan terbangun. Mereka bertiga saling berpelukan.

“Maaf bu.. Rani..” Kelana masih menangis tersedu-sedu.

“Tidak apa-apa, anakku sayang.. kami memaafkanmu….” ucap ibunya lembut.

 


2 comments:

  1. Waaah, bagus
    Berani mengakui kesalahan.
    Mau memaafkan, bukan mengutuk jadi batu :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. kalo dikutuk jadi batu jadinya Malin Kundang. beda dongeng nanti :))

      Delete

Pilihan untuk Menjadi Ibu yang Bekerja

Menjadi ibu itu capek ! Serius, melelahkan. Sebagai seorang ibu, mau bekerja atau full time di rumah, tetap saja melelahkan. Beberapa waktu...