Thursday, December 23, 2021

Tentang Pelecehan dan Kekerasan Seksual

Siapa yang tak pernah mendengar pelecehan dan kekerasan seksual ? Pasti semua orang tahu, atau bahkan pernah mengalaminya.  Pelecehan dan kekerasan seksual, memang serupa, tapi tak sama. Ada yang menyebut pelecehan termasuk ke dalam kekerasan seksual per definisinya, namun dalam perbincangan dan kasus sehari hari masih tumpang tindih untuk pengaplikasiannya. Kurasa hal ini amat berpengaruh terutama untuk penentuan pasal pasal dalam hukum terkait dengan pidana yang akan digunakan di pengadilan.

 
Belakangan kedua hal ini santer diberitakan di media sosial, twitter terutama, paling tidak untukku. Aku yakin, sebetulnya sejak dulu sudah banyak kasus yang terjadi, namun tidak terekspos. Saat ini, saat era serba digital, dengan media sosial sebagai ujung tombak ke-viral-an, -yang mana kasus baru akan mendapat perhatian kalau viral-, orang orang mulai mengakui apa yang mereka alami. Hal ini bagai fenomena gunung es yang baru kelihatan puncaknya. 

Banyak orang (ternyata) pernah dilecehkan. Bentuk kekerasan dan pelecehan yang dialamipun beragam, mulai cat calling, grepe, bahkan sampai pemerkosaan berujung kematian. Hal ini membuat mataku sedikit terbuka, khususnya pada wanita; jelas, karena akupun wanita; yang (ternyata) pernah dilecehkan beberapa kali dalam hidupku.

(Ternyata) pernah dilecehkan, tidak hanya sekali dua kali, lebih dari itu. Singkatnya yang kuingat sudah 3 kali. Pantat dipegang saat masih SD, catcalling di stadion saat sedang jogging pagi, dan dicium di ruang operasi. Iya, di kening. Sial. Kalau ditanya, bajunya bagaimana ? Yang pertama pakai baju SD, kedua pakai baju training lengan dan celana panjang, yang ketiga pakai baju jaga. Tertutup semua.

Baru menyadari setelah sekian tahun berselang, itupun karena menjadi perbincangan hangat saat saat ini. Pandangan yang tadinya buta dan tertutup tembok, sekarang menjadi, yah, paling tidak rabun dan sedikit berlubang temboknya. Ada pencerahan karena ternyata pelecehan seksual, kekerasan seksual, dan apapun di antaranya amatlah luas dibumbui berbagai macam pro kontra yang menyertai.

Selama ini bahkan tidak menyadari semua yang pernah aku alami tadi termasuk dalam pelecehan seksual, saat itu hanya dijadikan bahan bercandaan dengan teman teman. Meski, perasaan kaget, takut, brain freeze, itu nyata. Yang terpikir ketika berbicara mengenai pelecehan dan kekerasan seksual ya, maaf, pemerkosaan semata. Belum tau bahwa ‘spektrum’ nya amat beragam.

Sebuah pemikiran, bila aku saja, yang dianggap orang orang berpendidikan ini tidak bisa berbuat apa apa atau bahkan tidak menyadari (ternyata) pernah dilecehkan, bagaimana yang dianggap tidak berpendidikan ? Bagaimana yang mungkin saat ini belum melek teknologi ?

Opini, pelecehan dan kekerasan seksual bukanlah semata mata tentang hawa nafsu, namun lebih dari itu. Pelecehan dan kekerasan seksual  menunjukkan relasi kuasa, menunjukkan bahwa seseorang merasa lebih berkuasa dibandingkan dengan yang lain, paling tidak untuk saat tertentu. Bisa juga disertai dengan perasaan sakit hati, cemburu, bahkan dendam. Contoh, seorang wanita menolak cinta orang lain, lalu ia diperkosa. Serapat apapun baju yang dikenakannya, namun karena tujuan dari pelaku adalah balas dendam, ia ingin menunjukkan kuasanya pada korbannya, dan terjadilah hal yang tidak diinginkan itu.

Pelecehan dan kekerasan seksual tidak semata mata sulit menahan nafsu, melihat orang lain langsung tidak bisa mengendalikan diri dan harus langsung disalurkan begitu saja. Tidak. Kurasa manusia sudah dibekali dengan akal dan nurani, yang membuatnya berbeda dengan hewan serta tumbuhan. Menimpakan alasan hanya pada nafsu kurasa kurang tepat.

Menjaga diri untuk menghindari perbuatan orang lain yang tidak diinginkan, ya aku setuju. Kita tidak bisa mengendalikan orang lain, namun kita bisa mengendalikan diri sendiri, ya aku setuju. Tetapi sekali lagi, kita manusia yang memiliki akal untuk mengendalikan diri kan ? 

Ada yang menganalogikan pelaku dan korban sebagai kucing dan ikan. Mana ada kucing nolak bila ditawari ikan ? Katanya sih begitu. Baiklah, bila demikian, mengapa analoginya hewan dengan makanannya ? Bukan sesama hewan yang sepadan ? Bukankah pelecehan dan kekerasan seksual yang kita bahas dari tadi adalah mengenai manusia dengan manusia lain ? Analogi hewan dan makanannya justru memperkuat adanya relasi kuasa. Pelaku merasa lebih berkuasa sehingga ia memakan korbannya. 

Pembahasan mengenai pelecehan dan kekerasan seksual memang tidak ada habisnya. Batasan, termasuk mengenai consent, masih samar, apalagi nanti terkait hukuman dan tetek bengek lainnya. Masalah definisinya saja masih menuai perdebatan.

Entahlah, tulisan ini hanya ngomyang, hanya mengeluarkan unek unek. (Ternyata) pernah lho aku jadi korban pelecehan seksual. 

Pilihan untuk Menjadi Ibu yang Bekerja

Menjadi ibu itu capek ! Serius, melelahkan. Sebagai seorang ibu, mau bekerja atau full time di rumah, tetap saja melelahkan. Beberapa waktu...