Monday, September 3, 2018

Twitter dan Efeknya pada Kehidupan(ku)

Media sosial apakah yang paling memengaruhi kehidupanmu ?

Facebook, twitter, instagram, atau yang lainnya ?

Bagiku sendiri, media sosial yang paling berpengaruh adalah twitter.

Menurut Wikipedia, twitter adalah layanan jejaring sosial dan mikroblog yang memungkinkan penggunanya untuk mengirim dan membaca pesan berbasis teks, atau yang disebut tweet, hingga 140 karakter dan pada tanggal 7 November 2017 bertambah hingga 280 karakter. Saat ini banyak pengguna twitter yang membuat utas atau thread, yaitu kumpulan dari beberapa tweet yang membentuk sebuah cerita mengenai suatu topic terkait.

Aku sendiri sudah menggunakan twitter sejak tahun 2009. Sembilan tahun menyelami dunia twitter cukup mengubah cara pandangku terhadap banyak hal.

Menurutku, twitter merupakan media social yang paling update dibandingkan dengan media social lainnya, seperti facebook atau instagram. Segala kejadian, seperti gempa atau event-event besar dapat dengan mudah diketahui perkembangannya lewat twitter. Kekuatan twitter, selain ke-update-an-nya yang mumpuni, juga dapat membuat orang lain mengetahui cara pandang seseorang akan suatu isu. Pada umumnya, pengguna twitter membuat utas yang menyuarakan opini (yang pada beberapa tema diperkuat dengan dukungan fakta) mereka terkait isu terhangat yang sedang terjadi di masyarakat.

Contoh pertama adalah tagar (#) TumpukDiTengah

Tagar adalah bentuk metadata tag, merupakan kumpulan kata yang diketikkan pada media social seperti twitter, instagram, dan media social lain yang berfungsi untuk pengelompokkan pesan.

#TumpukDiTengah merupakan gerakan untuk menumpuk piring dan gelas di tengah meja makan setelah selesai makan. Tujuan dari gerakan ini adalah untuk membantu kinerja petugas kebersihan di suatu tempat makan. Pro dan kontra muncul mengenai isu ini. Ada yang berpendapat bahwa petugas kebersihan sudah dibayar untuk melakukan tugasnya sehingga kita tidak perlu untuk menumpuk piring dan gelas di tengah meja. Ada pula yang mengatakan bahwa dengan melakukan gerakan tersebut, tidak hanya membantu petugas kebersihan namun juga membantu pengguna meja lain agar nyaman setelah kita meninggalkan tempat tersebut.

Dalam contoh ini, menurutku pribadi tidak ada yang benar dan tidak ada yang salah. Semua ini merupakan cara pandang seseorang mengenai suatu isu. Dan pilihan kembali lagi kepada kita, apakah kita mau melakukannya atau tidak. Aku sendiri senang karena mendapatkan pandangan yang berbeda mengenai isu ini, sehingga aku tidak hanya melihat dari satu sisi saja, melainkan dari dua sisi, yaitu pihak yang pro dan kontra. Untuk selanjutnya, dapat dipertimbangkan mengenai kelebihan dan kekurangan dari masing masing tindakan. Apakah ada yang dirugikan ? apakah banyak yang diuntungkan ?

Contoh kedua adalah mengenai sapaan.

Sering kita mengalami kejadian bertemu dengan teman lama di suatu tempat. Pertanyaannya adalah, apa yang akan kita katakan kepadanya setelah sekian waktu tidak bertemu ? meskipun hanya salam basa basi, namun ternyata sapaan ini menjadi isu di twitter.

“kok gendutan ?” “kok jerawatan ?”

Banyak yang mengatakan bahwa sapaan ini merupakan body shaming, yaitu penilaian negatif terhadap kondisi fisik seseorang. Body shaming merupakan salah satu jenis bullying yang berkedok bercanda atau basa basi. Pada awal membaca opini ini lewat twitter, aku menjadi tersadar bahwa selama ini aku mungkin bisa menyakiti hati orang lain ketika menyapanya dengan hal seperti itu.

“gimana kabarmu ?” “sibuk apa sekarang ?” “bagaimana kabar keluargamu ?”

Lagi-lagi, sapaan ini juga mengandung pro dan kontra. Ada yang mengatakan bahwa lebih baik menanyakan hal di atas bila dibandingkan dengan sapaan body shaming. Namun, beberapa berpendapat bahwa tidak semua orang memiliki kabar yang baik. Bagaimana bila dia tidak memiliki kesibukan karena diberhentikan dari pekerjaannya ? bagaimana bila ia merasa sedih karena sanak saudaranya ada yang meninggal ?

Dalam hal ini, akupun pernah mengalami kesulitan untuk menjawab pertanyaan mengenai kesibukan. Lebih baik orang mengatakan aku kurus, gendut, hitam, atau putih dibandingkan dengan pertanyaan tersebut. Aku pernah mengalami kegagalan dalam bidang akademis dan itu membuatku harus menunda untuk melanjutkan studi.

Contoh ketiga adalah isu yang muncul ketika atlet bulutangkis, Jojo, membuka baju.

Asian Games 2018 telah usai, namun banyak momen viral yang masih melekat dan menjadi perhatian publik. Salah satunya adalah ketika salah satu atlet bulutangkis Indonesia, Jonatan Christie atau Jojo, melakukan selebrasi dengan membuka bajunya ketika memasuki babak final dan ketika menjadi juara pada Asian Games 2018. Aksinya mendapatkan reaksi yang beragam dari masyarakat, terutama perempuan.

Banyak perempuan yang menyanjung tubuh atletis Jojo dan mengungkapkannya secara gamblang, seperti “aduh, rahimku anget” atau “ovariumku meledak”. Ungkapan-ungkapan ini menjadi viral di media sosial. Banyak yang menganggap hal ini sebagai ungkapan hiperbola untuk mengekspresikan kegembiraan, namun ada pula yang menganggapnya sebagai sebuah pelecehan seksual.

Sebelum melanjutkan pembahasan mengenai aksi Jojo ini, mari kita menilik ke beberapa waktu ketika isu pelecehan seksual ini menjadi ramai diperbincangkan di twitter.

Ketika itu sejumlah orang muda Indonesia mencapai prestasi di kancah internasional. Banyak yang mengucapkan selamat atas keberhasilannya, namun ada beberapa warganet, atau netizen, yang fokus kepada kecantikan salah satu pemudi dibandingkan dengan prestasinya. Hal ini mengundang reaksi dari netizen, terlebih karena ada judul artikel yang mengungkapkan kecantikan pemudi tersebut.

“fokus sama prestasi, jangan fisiknya !”

Kata-kata itu menjadi perdebatan yang cukup panjang di twitter. Sebagai salah seorang penikmat adanya perbedaan pendapat ini, aku membaca banyak opini yang menyatakan pro dan kontra. Ada yang mengatakan bahwa pujian itu wajar, namun ada yang mengatakan hal itu adalah pelecehan seksual.

Isu ini kembali muncul ketika Jojo, yang notabene adalah seorang laki-laki, membuka bajunya. Banyak perempuan yang reflek mengungkapkan kegembiraannya tersebut. Tentu, hal ini membuat pro dan kontra. Ada yang mengatakan terjadi standar ganda karena bila laki-laki memuji perempuan akan fisiknya, hal itu adalah pelecehan seksual. Namun, bila pujian dilakukan oleh perempuan kepada seorang laki-laki, belum tentu hal itu termasuk dalam pelecehan seksual.  

Hal ini menjadi pertanyaan pula untukku sendiri.

Sampai akhirnya, aku menemukan sebuah opini bahwa yang dilakukan perempuan dengan mengungkapkan organ kewanitaannya ketika melihat selebrasi Jojo, adalah sebuah pelecehan seksual. Yang membedakan adalah efeknya. Bila seorang laki-laki mengomentari atau memuji fisik dari seorang perempuan, hal itu bisa menyebabkan rasa tidak aman bagi seorang perempuan. Namun, bila perempuan memuji fisik laki-laki, maka laki-laki tersebut tidak perlu merasa khawatir. Hal ini sangat terkait dengan budaya patriarki yang mengungkapkan bahwa laki-laki memiliki kedudukan dan posisi yang lebih tinggi dari perempuan. Paling tidak, hal itulah yang kutangkap dari beberapa utas yang kubaca.

Tiga contoh isu di atas adalah sebagian kecil dari banyak isu yang dibahas di twitter. Bahkan, hampir setiap hari twitter muncul dengan beragam topic yang menarik. Seringnya terpapar dengan hal tersebut, sangat memengaruhi pemikiran dan tindakanku.

Berhati-hati. Itulah salah satu efek yang diberikan. Contoh mengenai sapaan. Ternyata, kita tidak pernah tahu bila sapaan basa-basi atau candaan kita dapat menyakiti hati orang lain. Memang semua orang tidak dapat dipukul rata, namun paling tidak kita sudah berusaha untuk tidak menyakiti hati orang lain, apalagi ternyata kata-kata itu adalah pelecehan seksual.

Meskipun tidak dapat dipungkiri, dengan adanya berbagai pemikiran ini menjadikan kehati-hatian dan overthinking yang berlebihan.

"Bilang cantik aja ternyata masuk pelecehan ya" bagi sebagian orang, bisa.
"Trus apa bedanya memuji secara tulus, dengan sebuah pelecehan ?"

Pertanyaan yang berkembang di kepalaku. Dalam hal ini, aku menerapkan suatu hal. Bila kita bermaksud baik, niscaya hasilnya juga baik. Namun, perlu disadari, tidak semua orang memiliki pemikiran yang sama dengan kita. Menanamkan sikap toleransi terhadap perbedaan pendapat adalah hal yang amat baik bila dilakukan. Semua isu, semua keputusan, pasti memiliki dampak yang positif dan negative yang menyebabkan adanya pro dan kontra. Tidak ada suara yang seratus persen bulat. Mengenai sebuah tindakan, hal itu kembali kepada diri kita sendiri. Terbuka akan perbedaan dan percaya bahwa perbuatan yang maksudnya baik juga akan menghasilkan buah yang baik.

Sebaliknya, kita tidak mungkin menuntut seseorang untuk selalu berkata hal yang baik kepada kita. Oleh karena itu, aku sendiri merasa perlu untuk tidak mudah tersinggung dan marah. Sangat sulit, namun, setidaknya sudah ada usaha. Dan semoga, usaha itu akan terus meningkat tiap harinya.

Okay, itulah yang ada di pikiranku tentang twitter. Di balik banyaknya utas yang mengandung isu berat, twitter juga menyediakan jokes receh yang membuat tersenyum tiap harinya J jadi seimbang gitu lah ya..  :p

Sehingga, tulisan di atas dapat menjadi jawaban atas pertanyaan, "masih jaman ya twitteran ?"

Pilihan untuk Menjadi Ibu yang Bekerja

Menjadi ibu itu capek ! Serius, melelahkan. Sebagai seorang ibu, mau bekerja atau full time di rumah, tetap saja melelahkan. Beberapa waktu...