Sunday, November 25, 2018

Perangi Malas, Cegah Hoax - A Lesson Learned


Saat ini informasi dapat dengan mudah diakses oleh masyarakat. Kemudahan ini sangat dipengaruhi oleh perkembangan teknologi yang begitu pesat. Contohnya, untuk mendapat sebuah berita tidak perlu repot-repot menunggu surat kabar cetak, namun bisa dicari menggunakan internet yang ada di telepon genggam. Dengan demikian, banyak informasi yang didapatkan oleh masyarakat.

Banyaknya informasi yang beredar dengan mudah memiliki dampak positif dan negatif. Contoh dari dampak positif yang dihasilkan adalah persebaran informasi dapat dengan cepat sampai ke khalayak. Sementara itu, salah satu dampak negatifnya adalah terdapat oknum yang memanfaatkan kemudahan penyampaian informasi ini untuk menyebarkan hoax atau berita bohong.

Maraknya hoax yang ada tentu menimbulkan masalah. Misalnya terjadi kesulitan untuk membedakan antara hoax dan berita faktual. Para pembuat hoax dapat merangkai kata-kata dengan bahasa yang menarik dan mudah dimengerti sehingga membuat pembaca memercayai bahwa hal itu adalah nyata dan benar adanya. Semakin banyak orang yang percaya, semakin sulit untuk menentukan kebenaran akan sebuah berita.

Hoax dikemas dalam bahasa yang dapat menggugah emosi para pembacanya, baik itu rasa kaget, takut, marah, senang, dan sedih, sehingga banyak yang tertarik untuk membagikannya kepada orang lain tanpa memvalidasi terlebih dahulu. Bahasa memang menjadi hal yang krusial dalam persebaran informasi. Bahasa bisa menjadi senjata tajam bagi penerima informasi, terutama bila terjadi kesalahpahaman dalam penyampaiannya. Oleh karena itu, bahasa dalam sebuah berita, termasuk hoax, perlu mendapat perhatian.

Hoax tidak bisa dilepaskan dari internet, yang merupakan sarang penyebarannya. Media sosial merupakan sarana utama penyebaran hoax disusul aplikasi obrolan seperti WhatsApp dan Line. Wahana tersebut menjadi sasaran empuk oknum penyebar hoax karena selain penggunanya yang sangat banyak juga belum ada sistem penyaringan untuk sebuah berita. Semua pengguna dapat mengunggah foto atau cerita secara bebas tanpa diketahui kebenarannya.

Dalam upaya pencegahan hoax, kaum muda memiliki peran yang sangat penting. Kaum muda adalah pengguna aktif daring media sosial, sebut saja Facebook, Twitter, dan Instagram yang terbesar. Maka, timbul sebuah pertanyaan :

Bagaimana upaya nyata pencegahan hoax yang dapat dilakukan oleh kaum muda ?

Pertama, jangan malas membaca. Bacalah sumber berita secara keseluruhan, bukan hanya dari judulnya saja. Pahami dengan benar isinya, apakah narasumber sudah sesuai dengan artikel yang ditampilkan dan apakah narasumber menyertakan data valid untuk mendukung pernyataannya. Tak hanya itu, bacalah juga berita terkait untuk mengetahui kronologi sebuah berita. Bila perlu, bandingkan berita dari sebuah sumber dengan sumber lain. Dengan demikian, informasi yang didapatkan menjadi sebuah kesatuan yang komprehensif.  

Kedua, jangan malas untuk membiasakan diri menggunakan bahasa yang santun sesuai etika. Media sosial sangat rentan dengan hoax, maka sebagai kaum muda hendaknya tidak memperkeruh suasana melalui ucapan atau kata-kata yang membuat situasi memanas. Ucapan yang berisi makian, hinaan, atau bahkan dehumanisasi lebih baik disingkirkan. Tanggapi segala sesuatu dengan kepala dingin. Isilah media sosial dengan hal yang positif. Selain itu, seperti yang telah disebutkan di atas bahwa bahasa dapat memiliki makna yang berbeda, maka mari kita berusaha untuk menggunakan bahasa yang baik dan benar untuk meminimalisir kemungkinan kesalahpahaman yang terjadi.   

Ketiga, jangan malas untuk selalu mengingatkan orang lain, terutama orang tua. Sebagai kaum muda, amatlah baik bila kita memberi tahu lain, terutama kepada orang tua mengenai hoax yang mudah beredar. Pada umumnya, orang tua memiliki grup obrolan yang sangat memungkinkan penyebaran hoax. Apabila orang tua bertanya kepada kita mengenai kebenaran sebuah berita yang ada, janganlah malas untuk selalu mengingatkan bahwa tidak semua berita itu benar dan perlu divalidasi. Ajaklah orang tua untuk berdiskusi.

Melawan kemalasan memang sulit. Hal ini bisa disebabkan karena kemalasan masih menjadi budaya dalam masyarakat, terlebih segala sesuatu sudah serba instan termasuk dalam penerimaan informasi. Informasi yang didapatkan diterima begitu saja tanpa ada pikiran untuk mengkritisi. Sehingga mau tidak mau memang untuk melawan kemalasan harus dimulai dari diri sendiri. Harus ada keinginan untuk berubah ke arah yang lebih baik dan usaha yang keras.


Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa segala perkembangan terknologi informasi ini memiliki banyak sisi positif namun tetap saja ada yang mengambil keuntungan pribadi, yaitu dengan menciptakan hoax. Sebagai kaum muda, kita memiliki peran penting dalam pencegahan hoax yaitu dengan memerangi sikap malas, baik itu kemalasan dalam membaca, kemalasan berbahasa sesuai etikam dan kemalasan untuk mengingatkan orang lain. Mari kita mulai dari diri sendiri dengan mengubah sikap untuk menuju bebas hoax bagi masyarakat. Diawali dengan niatan, dilanjutkan dengan perbuatan, diakhiri dengan keberhasilan.  

***

Hi guys ! So, I've joined writing contest for the umpteenth time and haven't won yet. Hahaha.. I'm literally laughing when remembering it. This essay was one of many writing I've joined for contests. I like to join writing contest to stimulate my self, not to win it. To win is a side effect, but the most important is I have motivation and deadline to write.
One thing that I hate about writing contest is I don't know about the quality of the writing. The one and only standard is, if it's not winning, then it's not a good essay. But what's the advice to make it better ?
I'm happy that on this contest there are some of the participants upload their writing on the web (I haven't uploaded yet because I haven't had LINE username. It's one of the requirement) so I can compare mine with others. Well, I realize that my writing is far from the main theme and many people have the same essence as mine. So, what's making my writing special ? Well, none. Hahaha..
Nevertheless, I'm still grateful to know that I have to think more to make my essay suitable with the main theme and I have to think out of the box. It makes me getting excited to join another writing contest. Hahaha.. I'm still learning and nothing's wrong with failure while learning, isn't it ? ;) 


Tuesday, October 16, 2018

Blessing in Disguise

Have you ever read about my story 'Christmas' ? I’ve found the proper phrase about that. Blessing in disguise. It’s related to my current situation (honestly, I just want to calm down myself by finding good in a bad occasion, but there’s no problem by doing a little reflection, isn’t it ?)

Let’s begin with a conversation on one of my favorite film.

“Let me ask you something. If someone prays for patience, you think God gives them patience ? Or does He give them the opportunity to be patient ?” 
“If he prayed for the courage, does him give him courage, or does He give him opportunities to be courageous ?” 
“If someone prayed for the family to be closer, do you think God zaps them with warm fuzzy feelings, or does He give them opportunities to love each other ?”

Well, any other related to these lines?
If you have watched Evan Almighty, then you should be related.

Okay, so… let’s move to my story.

I’m dealing with my own house job (internship) place, a big hospital with a university name behind it. I have to learn and work about one year in this place. I neither hate nor love it, I just feel that this place doesn’t suitable for myself. First, I really want to have a house job out of Yogyakarta. Twenty-five years stay in the same place, I just want to go outside. Seeking another story, another experience.. I want to take care of myself, cooking, cleaning, organize my own money, dealing with home-sickness, and being the new “me”. Hahaha..

But I couldn’t. yeah.. my mother would be alone, so.. she’s the main reason why I chose Yogyakarta in the first place. The other, about the proportion of participant (it’s a more technical reason), which is if your hospital and university in the same area, the chance will bigger. Well, I don’t want to talk about the technically on this write.

Second, having a place that has a university name behind it, it’s terrifying. Hahaha.. It feels like you go to a foreign place and you become a stranger. Furthermore, most people are from the same place, except you.
Umm…

For a few months before choosing the hospital, I always asked God, ‘please place me in the best place, a place that I can upgrade myself; both my knowledge and my personality’. I didn’t mention any hospital, but deep down in my heart, I wanted to get outside Yogyakarta. But in the deepest my heart, there’s my mom. I didn’t know where to go, so let God leads me.

And He sent me into this place.
And I’m trying to sincere of what I’ve got.
And I remember about Evan Almighty conversation and pretend that God talks to me.

“If someone prayed for themselves to be a better person, do you think God gives them a brand new both brain and heart, or does He give them opportunities to be a better person ?”

 Yea, He gave me an opportunity to be a better person here.

I always think that to increase or upgrade yourself, you have to go outside and see the world. That’s true. But stay in the same place on a different perspective could be the other way to increase and upgrade yourself, couldn’t it ?

I tried to change my perspective, then. I’m artificially live as if I’m not with my mother by staying on the house, next to my real house. I tried to manage myself include paying for the house, wi-fi, and others to my mother. But I’m still my mother’s little girl, so, sometimes she gave me food and free soap. But at least I’m trying, right ? hahaha..

Going outside from your comfort zone, it doesn’t ALWAYS mean that you have to go from your place, you can change your point of view; if you want to make a change. He gave the opportunity to be a better person, depends on your will, but the chance always there.

Back to my blessing in disguise.
It was not a happy story to get this place. I felt tired stay in the same place. Then I was crying because I was scared of my high-level hospital, umm, I’m not that smart.. thought the mentors have a high expectation, but I’m not ! no, I haven’t !

And then I write this. I believe this is something called a blessing in disguise. I believe God has a beautiful plan for me by giving His opportunity to grant my prayers.

I have a lot of things to do here, beside my house job program. For example, I prepared the symposium and it coincides with my hospital’s orientation. If I wasn’t in Yogyakarta, then I couldn’t join the symposium that we’ve prepared before. Another example, I can help my teacher by became his research assistant. Maybe I can do more here than the other place. If I got outside Yogyakarta, I’ll do my house job only and I still on my comfort zone.

Well then, maybe my blessing is still in disguise, but the fog will disappear little by little, then it will be seen.      

Monday, September 3, 2018

Twitter dan Efeknya pada Kehidupan(ku)

Media sosial apakah yang paling memengaruhi kehidupanmu ?

Facebook, twitter, instagram, atau yang lainnya ?

Bagiku sendiri, media sosial yang paling berpengaruh adalah twitter.

Menurut Wikipedia, twitter adalah layanan jejaring sosial dan mikroblog yang memungkinkan penggunanya untuk mengirim dan membaca pesan berbasis teks, atau yang disebut tweet, hingga 140 karakter dan pada tanggal 7 November 2017 bertambah hingga 280 karakter. Saat ini banyak pengguna twitter yang membuat utas atau thread, yaitu kumpulan dari beberapa tweet yang membentuk sebuah cerita mengenai suatu topic terkait.

Aku sendiri sudah menggunakan twitter sejak tahun 2009. Sembilan tahun menyelami dunia twitter cukup mengubah cara pandangku terhadap banyak hal.

Menurutku, twitter merupakan media social yang paling update dibandingkan dengan media social lainnya, seperti facebook atau instagram. Segala kejadian, seperti gempa atau event-event besar dapat dengan mudah diketahui perkembangannya lewat twitter. Kekuatan twitter, selain ke-update-an-nya yang mumpuni, juga dapat membuat orang lain mengetahui cara pandang seseorang akan suatu isu. Pada umumnya, pengguna twitter membuat utas yang menyuarakan opini (yang pada beberapa tema diperkuat dengan dukungan fakta) mereka terkait isu terhangat yang sedang terjadi di masyarakat.

Contoh pertama adalah tagar (#) TumpukDiTengah

Tagar adalah bentuk metadata tag, merupakan kumpulan kata yang diketikkan pada media social seperti twitter, instagram, dan media social lain yang berfungsi untuk pengelompokkan pesan.

#TumpukDiTengah merupakan gerakan untuk menumpuk piring dan gelas di tengah meja makan setelah selesai makan. Tujuan dari gerakan ini adalah untuk membantu kinerja petugas kebersihan di suatu tempat makan. Pro dan kontra muncul mengenai isu ini. Ada yang berpendapat bahwa petugas kebersihan sudah dibayar untuk melakukan tugasnya sehingga kita tidak perlu untuk menumpuk piring dan gelas di tengah meja. Ada pula yang mengatakan bahwa dengan melakukan gerakan tersebut, tidak hanya membantu petugas kebersihan namun juga membantu pengguna meja lain agar nyaman setelah kita meninggalkan tempat tersebut.

Dalam contoh ini, menurutku pribadi tidak ada yang benar dan tidak ada yang salah. Semua ini merupakan cara pandang seseorang mengenai suatu isu. Dan pilihan kembali lagi kepada kita, apakah kita mau melakukannya atau tidak. Aku sendiri senang karena mendapatkan pandangan yang berbeda mengenai isu ini, sehingga aku tidak hanya melihat dari satu sisi saja, melainkan dari dua sisi, yaitu pihak yang pro dan kontra. Untuk selanjutnya, dapat dipertimbangkan mengenai kelebihan dan kekurangan dari masing masing tindakan. Apakah ada yang dirugikan ? apakah banyak yang diuntungkan ?

Contoh kedua adalah mengenai sapaan.

Sering kita mengalami kejadian bertemu dengan teman lama di suatu tempat. Pertanyaannya adalah, apa yang akan kita katakan kepadanya setelah sekian waktu tidak bertemu ? meskipun hanya salam basa basi, namun ternyata sapaan ini menjadi isu di twitter.

“kok gendutan ?” “kok jerawatan ?”

Banyak yang mengatakan bahwa sapaan ini merupakan body shaming, yaitu penilaian negatif terhadap kondisi fisik seseorang. Body shaming merupakan salah satu jenis bullying yang berkedok bercanda atau basa basi. Pada awal membaca opini ini lewat twitter, aku menjadi tersadar bahwa selama ini aku mungkin bisa menyakiti hati orang lain ketika menyapanya dengan hal seperti itu.

“gimana kabarmu ?” “sibuk apa sekarang ?” “bagaimana kabar keluargamu ?”

Lagi-lagi, sapaan ini juga mengandung pro dan kontra. Ada yang mengatakan bahwa lebih baik menanyakan hal di atas bila dibandingkan dengan sapaan body shaming. Namun, beberapa berpendapat bahwa tidak semua orang memiliki kabar yang baik. Bagaimana bila dia tidak memiliki kesibukan karena diberhentikan dari pekerjaannya ? bagaimana bila ia merasa sedih karena sanak saudaranya ada yang meninggal ?

Dalam hal ini, akupun pernah mengalami kesulitan untuk menjawab pertanyaan mengenai kesibukan. Lebih baik orang mengatakan aku kurus, gendut, hitam, atau putih dibandingkan dengan pertanyaan tersebut. Aku pernah mengalami kegagalan dalam bidang akademis dan itu membuatku harus menunda untuk melanjutkan studi.

Contoh ketiga adalah isu yang muncul ketika atlet bulutangkis, Jojo, membuka baju.

Asian Games 2018 telah usai, namun banyak momen viral yang masih melekat dan menjadi perhatian publik. Salah satunya adalah ketika salah satu atlet bulutangkis Indonesia, Jonatan Christie atau Jojo, melakukan selebrasi dengan membuka bajunya ketika memasuki babak final dan ketika menjadi juara pada Asian Games 2018. Aksinya mendapatkan reaksi yang beragam dari masyarakat, terutama perempuan.

Banyak perempuan yang menyanjung tubuh atletis Jojo dan mengungkapkannya secara gamblang, seperti “aduh, rahimku anget” atau “ovariumku meledak”. Ungkapan-ungkapan ini menjadi viral di media sosial. Banyak yang menganggap hal ini sebagai ungkapan hiperbola untuk mengekspresikan kegembiraan, namun ada pula yang menganggapnya sebagai sebuah pelecehan seksual.

Sebelum melanjutkan pembahasan mengenai aksi Jojo ini, mari kita menilik ke beberapa waktu ketika isu pelecehan seksual ini menjadi ramai diperbincangkan di twitter.

Ketika itu sejumlah orang muda Indonesia mencapai prestasi di kancah internasional. Banyak yang mengucapkan selamat atas keberhasilannya, namun ada beberapa warganet, atau netizen, yang fokus kepada kecantikan salah satu pemudi dibandingkan dengan prestasinya. Hal ini mengundang reaksi dari netizen, terlebih karena ada judul artikel yang mengungkapkan kecantikan pemudi tersebut.

“fokus sama prestasi, jangan fisiknya !”

Kata-kata itu menjadi perdebatan yang cukup panjang di twitter. Sebagai salah seorang penikmat adanya perbedaan pendapat ini, aku membaca banyak opini yang menyatakan pro dan kontra. Ada yang mengatakan bahwa pujian itu wajar, namun ada yang mengatakan hal itu adalah pelecehan seksual.

Isu ini kembali muncul ketika Jojo, yang notabene adalah seorang laki-laki, membuka bajunya. Banyak perempuan yang reflek mengungkapkan kegembiraannya tersebut. Tentu, hal ini membuat pro dan kontra. Ada yang mengatakan terjadi standar ganda karena bila laki-laki memuji perempuan akan fisiknya, hal itu adalah pelecehan seksual. Namun, bila pujian dilakukan oleh perempuan kepada seorang laki-laki, belum tentu hal itu termasuk dalam pelecehan seksual.  

Hal ini menjadi pertanyaan pula untukku sendiri.

Sampai akhirnya, aku menemukan sebuah opini bahwa yang dilakukan perempuan dengan mengungkapkan organ kewanitaannya ketika melihat selebrasi Jojo, adalah sebuah pelecehan seksual. Yang membedakan adalah efeknya. Bila seorang laki-laki mengomentari atau memuji fisik dari seorang perempuan, hal itu bisa menyebabkan rasa tidak aman bagi seorang perempuan. Namun, bila perempuan memuji fisik laki-laki, maka laki-laki tersebut tidak perlu merasa khawatir. Hal ini sangat terkait dengan budaya patriarki yang mengungkapkan bahwa laki-laki memiliki kedudukan dan posisi yang lebih tinggi dari perempuan. Paling tidak, hal itulah yang kutangkap dari beberapa utas yang kubaca.

Tiga contoh isu di atas adalah sebagian kecil dari banyak isu yang dibahas di twitter. Bahkan, hampir setiap hari twitter muncul dengan beragam topic yang menarik. Seringnya terpapar dengan hal tersebut, sangat memengaruhi pemikiran dan tindakanku.

Berhati-hati. Itulah salah satu efek yang diberikan. Contoh mengenai sapaan. Ternyata, kita tidak pernah tahu bila sapaan basa-basi atau candaan kita dapat menyakiti hati orang lain. Memang semua orang tidak dapat dipukul rata, namun paling tidak kita sudah berusaha untuk tidak menyakiti hati orang lain, apalagi ternyata kata-kata itu adalah pelecehan seksual.

Meskipun tidak dapat dipungkiri, dengan adanya berbagai pemikiran ini menjadikan kehati-hatian dan overthinking yang berlebihan.

"Bilang cantik aja ternyata masuk pelecehan ya" bagi sebagian orang, bisa.
"Trus apa bedanya memuji secara tulus, dengan sebuah pelecehan ?"

Pertanyaan yang berkembang di kepalaku. Dalam hal ini, aku menerapkan suatu hal. Bila kita bermaksud baik, niscaya hasilnya juga baik. Namun, perlu disadari, tidak semua orang memiliki pemikiran yang sama dengan kita. Menanamkan sikap toleransi terhadap perbedaan pendapat adalah hal yang amat baik bila dilakukan. Semua isu, semua keputusan, pasti memiliki dampak yang positif dan negative yang menyebabkan adanya pro dan kontra. Tidak ada suara yang seratus persen bulat. Mengenai sebuah tindakan, hal itu kembali kepada diri kita sendiri. Terbuka akan perbedaan dan percaya bahwa perbuatan yang maksudnya baik juga akan menghasilkan buah yang baik.

Sebaliknya, kita tidak mungkin menuntut seseorang untuk selalu berkata hal yang baik kepada kita. Oleh karena itu, aku sendiri merasa perlu untuk tidak mudah tersinggung dan marah. Sangat sulit, namun, setidaknya sudah ada usaha. Dan semoga, usaha itu akan terus meningkat tiap harinya.

Okay, itulah yang ada di pikiranku tentang twitter. Di balik banyaknya utas yang mengandung isu berat, twitter juga menyediakan jokes receh yang membuat tersenyum tiap harinya J jadi seimbang gitu lah ya..  :p

Sehingga, tulisan di atas dapat menjadi jawaban atas pertanyaan, "masih jaman ya twitteran ?"

Sunday, July 15, 2018

Stockholm Syndrome dalam Tembakau


Hi guys ! I wrote a little analysis of tobacco, especially cigarette. I joined a writing contest a few months ago but I don't know what's the result until now. Hahahaha.. I hope that if you are reading this writing, you can give me advice so I can write better :D 
enjoy !

Stockholm syndrome.

Sebuah istilah yang mungkin tidak umum bagi masyarakat. Istilah ini berawal dari perampokan bank sekitar empat puluh tahun yang lalu pada suatu kota di Swedia, yaitu kota Stockholm. Perampok menyandera beberapa orang yang terdiri dari pegawai bank dan nasabahnya. Petugas kepolisian mengawasi tempat tersebut, hingga akhirnya mereka berhasil masuk ke dalam bank dan berusaha menyelamatkan para sandera. Menariknya, para sandera justru berusaha menyelamatkan para perampok itu agar tidak ditangkap.

Fenomena menarik ini lalu berkembang menjadi istilah baru, Stockholm Syndrome, di mana sandera menjadi simpati bahkan beberapa kasus tidak bisa lepas dengan penyanderanya. Hal ini menjadi mungkin karena secara psikologis ketika seseorang berada di bawah tekanan, segala bentuk kebaikan meski sekecil apapun itu akan menjadi sangat berarti. Para sandera berada di bawah tekanan dan ketika sang perampok memberikan sedikit perhatian, seperti meminjamkan jaket, mereka akan menganggap hal itu sebagai sesuatu yang amat berharga. Mereka bahkan percaya bahwa para perampok sebenarnya adalah orang yang baik.

Merokok Membunuhmu.

Berbeda dengan istilah Stockholm Syndrome, slogan ini jauh lebih familiar pada masyarakat. Kata-kata ini dapat dengan mudah ditemukan di bungkus rokok. Hal ini sesuai peraturan pemerintah nomor 109 tahun 2012 tentang iklan dan promosi rokok, terkhusus pasal 14 ayat 1 yang menyebutkan bahwa Setiap orang yang memproduksi dan/atau mengimpor Produk Tembakau ke wilayah Indonesia wajib mencantumkan peringatan kesehatan.” Dan ayat 2 menyebutkan:  “Peringatan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk gambar dan tulisan yang harus mempunyai satu makna”.

Dilansir dari European Heart Journal, tembakau, yang merupakan bahan utama rokok, merupakan factor resiko utama pada penyakit kardiovaskular dan penyakit lainnya seperti kanker paru-paru atau tenggorokan. Tembakau bertanggung jawab pada lebih dari 5 juta kematian setiap tahunnya atau 12% dari semua kematian dan diperkirakan pada tahun 2030 jumlah ini meningkat menjadi lebih dari 8 juta kematian setiap tahunnya.

Melihat fakta mengenai efek samping jangka panjang yang disebabkan oleh tembakau, maka pemerintah dirasa perlu untuk memberikan edukasi yang singkat, padat, dan jelas kepada masyarakat mengenai bahaya yang ditimbulkannya. Salah satu cara yang paling efisien adalah dengan memberikan peringatan pada bungkus rokok, meskipun ternyata peringatan dengan tulisan tidak efektif sehingga ditambahkan gambar seram pada bungkus rokok.

Kemudian pertanyaan selanjutnya adalah apakah tembakau benar-benar membunuh ?

Secara kesehatan, ya, meskipun tidak secara langsung. Tembakau yang terkandung dalam rokok masih menjadi salah satu factor resiko yang berbahaya bagi kesehatan dan sudah dilakukan banyak penelitian untuk membuktikannya. Akan tetapi, secara ekonomi mungkin berkata lain.

Tak dapat dipungkiri, tembakau merupakan salah satu ladang ekonomi yang sangat berpengaruh di Indonesia. Tentu, karena Indonesia adalah negara produsen tembakau terbesar keenam di dunia dengan jumlah petani tembakau sebanyak 527.688 orang. Indonesia juga menjadi Negara konsumen produk tembakau terbesar ketiga di dunia. Hasil utama dari produksi tembakau adalah rokok dan angka produksi rokok meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini seharusnya menguntungkan bagi para petani tembakau di Indonesia seiring dengan berkembangnya perindustrian rokok.

Menurut buku Petani Tembakau di Indonesia : Sebuah Paradoks Kehidupan, disebutkan bahwa kehidupan petani tembakau di Indonesia sangat bertolak belakang dengan perkembangan bisnis produk tembakau yang dihasilkannya. Terlihat pada tahun 2013 penghasilan petani tembakau masih berada di bawah upah minimum regional. Hal ini disebabkan karena tata niaga tembakau di Indonesia masih timpang dan keuntungan hanya dirasakan oleh sebagian orang, seperti pemodal dan industri rokok.

Pihak lain yang mendapatkan keuntungan dari tembakau, khususnya rokok adalah negara. Pendapatan negara yang didapat dari sektor rokok ternyata sangat besar. Terdapat pajak dan bea cukai serta hasil ekspor yang nilainya juga fantastis. Namun, apakah ini benar-benar sebuah keuntungan ?

Menteri Kesehatan Indonesia, Nila Moeloek, menyampaikan bahwa perilaku merokok dapat semakin membebani biaya kesehatan dan pengobatan yang ditanggung negara. Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa tembakau atau rokok menjadi faktor resiko utama berbagai penyakit, misalnya penyakit terkait kardiovaskular, seperti hipertensi, jantung koroner, dan payah jantung. Sebuah media online menyebutkan, pada tahun 2015 saja biaya kesehatan akibat rokok mencapai angka 596,61 triliun. Nilai ini meningkat bila dibandingkan tahun 2010 yang senilai 167 triliun. Nilai ini didapatkan dari pendekatan biaya kesakitan yang terdiri dari biaya yang ditimbulkan karena penyakit dan biaya terkait lainnya serta nilai kerugian produksi karena berkurangnya atau hilangnya jam kerja.

Masih terkait dengan biaya kesehatan, Indonesia sendiri saat ini sedang gencar dengan sistem pembiayaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosisl (BPJS) dengan peserta mencapai 72,9% dari penduduk di Indonesia. Hampir semua penyakit diklaim oleh BPJS dan penyakit jantung menempati urutan teratas dari sekian banyak penyakit yang membuat dana BPJS terkuras. Pada tahun 2017, defisit BPJS diperkirakan hingga 9 triliun banyaknya. Hal yang menarik adalah, untuk mengatasi defisit tersebut, pemerintah akan mengatasinya dengan bea cukai yang didapat dari industri rokok.   

Pemaparan tersebut menggambarkan kompleksitas tembakau, khususnya rokok. Di satu sisi, tembakau sangat berbahaya bagi kesehatan dan menyebabkan kerugian dalam bidang kesehatan. Namun di sisi lain, kerugian tersebut dapat diatasi dengan keuntungan yang dihasilkan dalam industri tembakau. Bila dilakukan pengurangan atau bahkan pembatasan aktivitas industri tembakau, maka yang ditakutkan adalah salah satu dampaknya yang secara langsung mengenai perekonomian para petani tembakau.

Melihat fakta-fakta ini, penulis merasa bahwa hubungan dari citra tembakau dengan petani tembakau tak ayalnya seperti sebuah Stockholm Syndrome. Tembakau dengan berbagai efek samping dan kerugian yang dihasilkannya, telah ‘menyandera’ banyak aspek, seperti para petani tembakau, yang tidak bisa lepas begitu saja dan bahkan sudah sangat terikat dengan industri tembakau.

Bagaimanakah akhir kisah ini ?

Mungkin, kisah ini tidak akan pernah berakhir. Masih kemungkinan, kita lihat saja.

Saturday, May 12, 2018

National Exam, Yay or Nay ?

Becoming a doctor is a struggle. We have to face many years to get this title. Even though, the educational period is different depends on each university. But the differences are not that far. Let’s make a count : 

To get a bachelor, we have to study for about 3,5 until 4 years. After that, we have to take clerkship for about 1,5 until 2 years. Note, it’s the fastest time, if you can pass all part without remedial. If you have to study over again, it will take more time. Next, we have to take the final exam, the one, and only exit exam. After that, we can get Hippocratic oath. Finally, we are legal to become a doctor. But, we haven’t practice yet. It’s illegal. We have to take an internship for 1 year, the place depends on the national. They will give us some places, then we have to select one of many places by using a computer.

In this writing, I want to give my opinion about national exam.

National exam as an exit exam began in 2014. There are two national exams. First is a theory, it’s a multiple choice, we have to choose one from five possibly answer. We call this a CBT (Computer Based Test) because you have to do this exam by computer. Second, it’s a skill, we call it OSCE (Objective Stricture Clinical Examination). We have twelve stations with different diagnoses, then we did doctor-patient (with simulation patient) activity and the senior doctor will observe and rate us. Many students say that the most horrible test is CBT because we’re rated by a computer while OSCE by senior doctor, mostly from their own university. 

There are pro and contra about national exam. There are four batches of national exam in one year. If a student doesn’t pass the exam yet, then he has to take the exam again 4 months later. Many sources have different sight about how much national exam can be taken. Some say twelve, but others say different. If until twelve times he still doesn’t pass the exam, he has to get private study from national then takes another exam. If he still doesn’t pass it, he can’t be a doctor and can’t get Hippocratic oath. His journey stops in bachelor. 

There was a medical student passed away a few moments ago because of depression. He didn’t want to eat anything. This news becomes viral because the reason for his depression was he didn’t pass the national exam for tenth times. 

It’s ironic. The struggle for, say six years, and still can’t be a doctor yet. How can be six years of study determined by 200 minutes for CBT and about four hours for OSCE ? Many people asking that question. Let’s we make some analyze.

There are so many faculties of medicine and not all of them have the same accreditation. Some have A accreditation, but there are many C accreditation (my university’s accreditation is B). National exam was made to be standardized for medical education in Indonesia. If students pass national exam, then they considered having same competence whatever their university accreditation.    

National exam becomes hard when it’s the one and only exit exam for becoming a doctor. If they can’t pass the exam, then they can’t be a doctor. They become bachelor of medicine, it’s not a doctor yet. Imagine their dream (and maybe their parent’s dream) to be a doctor, they have studied for many years, and the dream just falls off because of national exam. That’s why there was a student passed away because of depression. I believe there are a lot of students out there, without publicity, feel depression because of this national exam.

I had an informal talk with one of the senior doctor in my university. He said that national exam is ironic. Why should it be the one and only exam ? If a student doesn’t pass the exam, their journey stop in bachelor. Why not their journey stop in doctor ? at least, they have that title, but maybe they can’t practice in clinic.

I totally agree with that. There are many ways for a doctor. They not only just sitting in the chair, examining patient, making diagnose, then giving the medicine, but also they can be a lecture (by continuing study as a master), became a researcher, or maybe become a politician, businessman, and so on. 

I don’t agree with national exam as one and only an exit exam. There are many situations that can’t be predicted that make someone failed. Maybe they were sick while doing an exam, maybe they nervous so bad then they can’t do their best. We can’t judge their not competent just because they do not pass the national exam. Maybe we can make a deal with this by make a percentage. Example, 100% of all graduate mark can be divided 50% percentage by national exam and 50% by institution. And for the final result is make an average of this mark.

My conclusion is, 
National exam as a standardized quality in medical education ? yay. 
National exam as one and only exit exam ? nay. 

Tuesday, May 1, 2018

Cerpen Edukasi : Kisah Siro


Hi guys ! To celebrate National Education Day in Indonesia, I made an educational-short-story :D enjoy !

***

Kulihat lapang kosong di depanku yang perlahan-lahan mulai terisi dengan air. Saluran air yang bocor menyebabkan air mengalir ke sana, semakin lama semakin banyak sehingga lapang kosong itu menjadi hampir penuh terisi air.

Kulihat pula teman-temanku sedang bekerja keras untuk menyelesaikan pekerjaan harian, yaitu membersihkan barang-barang milik majikan kami. Mereka sudah terlihat sangat lelah dengan pekerjaan-pekerjaan yang overload. Ditambah dengan kondisi ruangan kami yang semakin lusuh dan tidak terawat. Ruangan tempat kami bekerja terasa menjadi semakin sempit dengan adanya benda-benda yang sama sekali tidak berguna.

“hah… hah…” kudengar suara napas salah seorang pekerja, Om Thomas, yang jaraknya hanya beberapa langkah dariku. Suaranya terdengar semakin berat. Kurasa ia sudah kelelahan dengan pekerjaan-pekerjaan ini.

“lihat, sebentar lagi ia pasti akan dipaksa untuk beristirahat” ucap temanku, Bang Rio, yang bekerja di sampingku.

“ya. Dan kemudian benda itu akan datang, menambah pekerjaan kita, dan memenuhi ruangan ini” jawabku.

“hahaha.. bertahanlah, kawan. Kamu masih terlihat kuat. Kuharap memang benar kuat-kuat, tidak sepertiku yang semakin lemah ini”  Bang Rio berkata sambil menepuk bahuku.

“jangan berkata seperti itu, Bang. Umur kita sama, kekuatan kita juga sama. Kita pasti bisa melewati pekerjaan-pekerjaan ini..” belum sempat aku menyelesaikan kata-kataku, Bang Rio sudah menimpali,

“kalau saja majikan kita tidak memberi tugas yang terlalu berat. Sudah lebih dari dua puluh tahun pekerjaan kita menjadi semakin melelahkan.  Uhuk.. uhukk..”

“Bang.. “ aku menjadi khawatir dengan kesehatan Bang Rio yang sudah terbatuk-batuk sejak beberapa bulan ini.

“Aku tidak apa-apa,” jawabnya.

“Mari kita lanjutkan” Bang Rio memberikan senyumnya kepadaku.

“baik, Bang”  aku membalas senyumnya, dengan senyum kecut. Dalam hati aku berdoa, semoga kami semua akan baik-baik saja.

Sudah menjadi kebiasan, bila ada pekerja yang kelelahan, pekerjaannya akan digantikan oleh sebuah benda yang menurutku sama sekali tidak berguna; atau bahkan mengganggu. Ingin rasanya aku berteriak dan berkata kepada majikan kami, bahwa benda itu sangat mengganggu atau aku ingin menyampaikan agar ia berhenti membebani kami dengan semua ini, seandainya bisa.. akan tetapi, kami semua mengetahui bahwa hal itu sudah terlambat.

Ya beginilah hidup kami, para pekerja yang terlupakan ini.

Kami bekerja di tempat ini sudah sekitar lima dekade. Lama ? Tergantung. Kami bisa bertahan lebih lama lagi, jika sang majikan memperhatikan kami. Memang, pada awalnya, pekerjaan kami tidak terlalu berat, namun keadaan berubah sejak sekitar dua puluh tahun terakhir. Ia selalu membebani dengan pekerjaan yang sangat berat dan melebihi kemampuan kami, hingga satu per satu dari kami mengalami kelelahan dan pekerjaan akan diambil alih oleh sebuah benda yang tidak berguna itu.

Aku juga tidak tahu benda apa itu karena hal yang ia lakukan adalah mengganggu kami bekerja. Yang ia lakukan hanya diam dan mempersempit ruangan kami bekerja. Ia seperti sampah yang sama sekali tidak berguna. Akan tetapi sudah merupakan sebuah sistem, bahwa ia akan muncul bila salah satu dari kami kelelahan.

Gluduk gluduk..

Tidak perlu menunggu waktu yang lama hingga benda itu datang untuk menggantikan pekerjaan dari Om Thomas. Benda itu kembali memenuhi ruangan tempat kami bekerja. Aku melihat ke pipa saluran air yang tertekan di atasnya. Aku sangat ketakutan bila suatu saat pipa itu bocor karena pasti hal yang mengerikan akan berulang.

Pipa saluran air pernah bocor sekitar satu minggu yang lalu, namun tidak di ruangan kami. Meski kebocoran tidak terlalu besar, namun cukup untuk membuat kami dan teman-teman dari divisi lain ikut mengalami gangguan. Aku ingat, kejadian itu sangat mengerikan. Tak terhitung pekerja yang tumbang dan tidak dapat bekerja lagi. Temanku dari divisi lain mengatakan, banyak sekali  pegawai baru yang masuk untuk membantu.  Dan hingga saat ini, keadaan belum juga membaik, bahkan yang kudengar keadaan menjadi lebih buruk.

Oleh karena itu, aku sangat khawatir bila pipa-pipa tersebut bocor lagi, walaupun dengan adanya kebocoran itu majikan kami menjadi sangat baik dengan mengurangi beban kerja. Tetapi, tetap saja kondisi kami sudah memprihatinkan dan tidak bisa kembali seperti semula.

Gubrak.. !

Terdengar suara seperti ada yang terjatuh. Aku sangat kaget karena ternyata yang jatuh adalah Bang Rio yang bekerja tepat di sampingku.

“Bang.. bang Rio !” aku memanggil dan menggoyang-goyangkan tubuhnya. Tubuhnya sudah lemas dan tidak berdaya. Ia sama sekali tidak menggerakkan badannya. Aku juga ikut terguncang melihat teman terbaikku jatuh terkapar di lantai.

Tet.. tet..

Alarm berbunyi menunjukkan adanya kebocoran. Kulihat sekelilingku, tidak ada kebocoran di ruangan tempatku bekerja, aku yakin kebocoran pasti di bagian lain; tempat yang sama ketika seminggu yang lalu kebocoran itu terjadi. Aku kemudian berlari melihat ke arah luar. Ternyata air di lapang kosong semakin banyak dan sudah memenuhinya.

Keadaan menjadi sangat kacau. Kudengar alarm dari ruangan lain sudah berbunyi. Kami belum pernah mengalami hal separah ini sebelumnya. Teman-teman yang berada di ruanganku menjadi sangat panik, aku menjadi saksi mata bagaimana mereka satu per satu tumbang.

Hingga akhirnya hanya tersisa aku seorang.

Kudengar teriakan dan isak tangis dari luar sana. Tidak ada yang bisa kita semua lakukan. Semua sudah terlambat. Mataku berkunang-kunang, napasku sudah terasa sesak. Tidak berapa lama, aku jatuh ke lantai.

Aku mati.

Majikanku pun, mati.

Inilah akhir kisah hidupku, sel parenkim hati.

***

Sel parenkim hati bekerja untuk membersihkan racun yang masuk ke dalam hati. Majikan kami senang mengonsumsi alcohol selama puluhan tahun, hal itulah yang membuat pekerjaan kami semakin berat. Ketika kami merasa lelah, kami akan menjadi rusak dan akan tumbuh jaringan baru, yang dinamakan jaringan fibrosis, benda yang tidak berguna itu. Jaringan fibrosis adalah proses alami ketika sel mengalami kerusakan.

Kerusakan pada sel hati juga menyebabkan adanya gangguan pada pembuluh darah, diibaratkan sebuah pipa. Pembuluh darah mengalami kerusakan dan tumbuh jaringan fibrosis, hal ini mengakibatkan terjadinya hipertensi porta. Seperti selang yang memiliki kerak di dalamnya, agar air dapat tetap mengalir tentu aliran harus kuat untuk melawan kerak tersebut, inilah hipertensi, di mana tekanan darah akan meningkat.  Hipertensi porta kemudian menyebabkan varises esophagus (pelebaran pembuluh darah pada esophagus).

Terjadinya gangguan tekanan onkotik dan hidrostatik pada pembuluh darah juga menyebabkan terjadinya kebocoran plasma, dan bisa mengisi lapang atau ruang kosong pada perut atau disebut dengan rongga peritoneal.

Apakah semua itu berbahaya ? tentu. Adanya sirosis hati menunjukkan adanya kerusakan sistemik yang dimulai dari organ hati dan berakibat pada hamper seluruh organ, misalnya ginjal. Tekanan osmotic dan onkotik akan berperan pada regulasi natrium di ginjal. Sedangkan varises esophagus dapat pecah dan terjadi perdarahan organ dalam. Bisa mengakibatkan syok dan akhirnya berujung pada kematian.

Pada cerita di atas, saya mengibaratkan majikan adalah sang pemilik tubuh. Majikan ini sedang berada di ruang rawat intensif (ICU) karena sebelumnya sudah mengalami pecahnya pembuluh darah esophagus. ‘Pegawai baru’ yang dimaksudkan adalah mesin-mesin di ruang rawat intensif. Dalam waktu seminggu, dengan komplikasi ascites (terkumpulnya cairan pada rongga peritoneal), pasien kemudian mengalami kegawatan (alarm berbunyi) dan akhirnya meninggal.

Segala kejadian yang terjadi inilah yang disebut dengan sirosis hati.

Thursday, April 5, 2018

Lasagna untuk Kenanga (part 2)

Akhirnya jam istirahat tiba. Aku dan teman-temanku berhamburan ke luar kelas untuk menuju ke kantin. Sesampainya di kantin, aku melihat sosok yang asing di mataku. Mataku tidak bisa teralihkan karena dia sangat menarik perhatianku.

Rambutnya diikat tinggi dengan poni ke samping. Tidak terlalu rapi, beberapa rambut kecilnya jatuh tidak beraturan, ia menggunakan kacamata kotak berwarna hitam, mirip sepertiku. Kulitnya kuning dengan beberapa freckles yang menghiasi pipinya. Dia menggunakan kaos polo shirt  berwarna merah dengan celana kain dan sepatu sneakers. Tas ransel bertengger di samping tempat duduknya. Dia tidak melihatku, dia sedang menulis sesuatu di buku catatan kecil berwarna biru miliknya.

Aku dan teman2ku mengambil tempat duduk di meja depan dirinya. Aku melihatnya dari ujung mataku sedangkan dia asik dengan catatannya.

Tidak berapa lama kulihat seorang pria menghampirinya. Aku mengenal laki-laki itu. Kami sama-sama berkuliah di jurusan teknik informatika, namun aku yakin.

“Hai, Anisa” sapa lelaki itu.

Anisa, nama yang asing di telingaku.

“Hai Toni” dia memberikan senyumnya. Manis.

***

Sejak saat itu aku sering melihatnya di kantin. Seperti hari ini, aku melihatnya dari kejauhan, pada jam makan siang dia kembali duduk di tempat yang sama. Tapi kurasa ada yang lain. Dia tidak menulis di catatan kecilnya. Dia hanya duduk melamun sampai temannya menyapanya. Mereka sempat ngobrol sebentar sampai akhirnya aku lewat di depannya.

Aku sangat gugup bila berdekatan dengannya. Ketika melewatinya saja, aku bersama dengan teman-temanku supaya rasa gugup itu hilang. Aku sering melihatnya lewat sudut mataku, supaya dia tidak mengetahui bahwa aku memperhatikannya.

Beberapa aku aku mencoba mencari tahu tentangnya, namun aku sangat sulit menemukan social media atas namanya. Aku hanya menemukan facebook miliknya.

Anisa Putri.

Mahasiswi jurusan manajemen.
***

Aku berjalan menuju perpustakaan kampus untuk bermain game. Aku senang berada di perpustakaan karena selain wi-fi nya yang cukup kencang, aku dapat menyendiri dan memakan bekal makanku. Aku selalu membawa bekal makanan buatan ibuku. Ibuku adalah seorang ibu rumah tangga dan beliau senang memasak. Ibu rutin menitipkan jajanan buatannya di toko dekat rumah setiap pagi. Dan setiap pagi pula, aku selalu mengambil salah satu makanan favoritku. Lasagna. Cemilan yang cukup mengenyangkan, cocok untuk snack sore ketika aku selesai kuliah.

Aku senang duduk di ruang belajar, sebuah ruangan yang cukup luas dan biasa untuk berdiskusi atau mengerjakan kelompok. Pada sore hari, ruang belajar sepi, karena mahasiswa lain lebih senang nongkrong di  café atau tempat makan yang ngehits. Dari ruang belajar ini pula, aku melihatnya lagi.

Anisa.

Dia duduk di ruang komputer yang berada tepat di depan ruang belajar. Dia sendirian berkutat dengan layar komputer yang ada di hadapannya sambil sesekali mencatat di buku kecilnya itu. Hal ini membuatku semakin betah untuk berada di perpustakaan.

Ini bukan kali pertama aku bertemu dengannya. Aku sering melihatnya di ruangan komputer itu. Aku mulai membuka notebook kecil milikku. Aku cukup terkejut ketika dia berjalan ke arahku. Jantungku terasa seperti hentakan ribuan kuda yang berlari dengan kencang. Aku yakin, mukaku pasti sangat pucat. Aku melihatnya berada di rak buku samping meja tempat aku duduk. Ingin rasanya aku menyapanya, dan membantunya mencari buku karena kulihat dia sangat serius dalam memilih buku.

Woe, Nang, kamu di sini to. Nanti datang kan ?” temanku menyapaku. Aku terkejut mendengar sapaan itu. Nanang, itu namaku. Kependekan dari Kenanga. Kenanga Saputra. Teman-teman biasa memanggilku Nanang. Aku yang membuat nama panggilan itu agar mudah diingat dan terasa akrab di telinga. Kenanga, mungkin nama yang cukup unik terutama untuk seorang pria. Orang tua ku memberi nama kenanga, yang memang berasal dari bunga kenanga. Aku lahir di Filipina, saat itu ayahku melanjutkan pendidikannya di sana. Dan aku juga baru mengetahui bahwa bunga kenanga berasal dari Filipina. 

Yo I, bro. Nanti datang dong, di lapangan kan” jawabku. Aku harus tetap tampak stay cool, padahal aku kaget setengah mati.

Itu adalah temanku, Rio. Dia berasal dari jurusan yang sama denganku. Kami juga bersama-sama mengikuti fotografi. Aku sangat senang dengan fotografi, terutama foto matahari tenggelam. Hal ini karena tidak sulit untuk memfoto obyek yang memang sudah bagus dengan teknik fotoku pas-pasan atau lebih tepat asal-asalan.

***

Pukul 18.30 aku sampai di lapangan tempat kami melakukan kegiatan fotografi. Dari kejauhan aku melihatnya, Anisa, sedang rapat bersama dengan teman-temannya. Aku segera merapikan rambutku yang terkena angina ketika mengayuh sepeda cepat-cepat. Aku harap aku bisa mendapat kesempatan untuk sedetik membalikkan badan dan mengambil gambarnya. Tapi mana mungkin, berjarak sekitar 50 meter darinya saja aku sudah salah tingkah.

***

Aku bertemu dengannya lagi hari ini di perpustakaan. Dia sangat manis dengan kemeja berwarna biru, jaket jeans dan celana kain pensil berwarna hitam. Rambutnya diikat tinggi, seperti biasa, namun hari ini terlihat lebih rapi. Aku juga melihat dia menggunakan anting-anting panjang yang sangat cocok dengan bentuk wajahnya. Bibirnya juga berwarna lebih terang dari biasanya. Hari ini dia terlihat berbeda dan.. sempurna J
***

Hari ini kelas dimulai terlambat dan selesai terlambat pula. Pukul 17.00 kami baru selesai kelas. Aku merasa cukup sedih karena hari ini aku tidak bisa melihat Anisa, dari kejauhan. Aku memutuskan untuk pulang ke rumah karena hari sudah mulai gelap.

Dalam perjalanan pulang, aku melewati lapangan tempat kami biasa kumpul fotografi. Di sana aku melihat Anisa, sedang duduk di gazebo. Dia tampak sangat sedih. Tangannya menggenggam sesuatu. Tanpa pikir panjang aku langsung mengayuh sepedaku ke dekat gazebo. Aku sangat canggung sampai-sampai tak sengaja kubunyikan bel sepedaku. Dia tampak kaget dan melihatku. Namun aku tidak berani menatapnya, aku hanya meliha dari ujung metaku. Aku pun turun dari sepeda.

Aku sangat gugup. Aku merasa deg-deg an. Aku langsung mengeluarkan kamera dan memfoto-foto matahari yang tenggelam untuk mengehilangkan rasa canggung. Aku bersyukur karena aku selalu membawa kamera milikku ke manapun aku pergi, kalau-kalau ada momen yang indah yang tiba-tiba datang.

Aku berpura-pura asik memfoto ketika kudengar ada langkah kaki yang mendekatiku.

“Hai. Ini buatmu” terdengar suara lembut dari telinga kananku. Aku langsung menoleh. Dan ternyata itu Anisa. Kami saling berpandangan selama beberapa detik. Selama beberapa detik itu pula, aku tenggelam dalam hitam bola matanya. Dia memberikan plastic mika berisi lasagna, makanan kesukaanku. Aku masih mengumpulkan nyawaku, berpikir apakah ini adalah sebuah kenyataan atau tidak.

Aku mengambil plastic mika tersebut. Belum sempat aku mengucapkan sepatah kata, dia langsung membalikkan badannya dan berjalan cepat menjauhiku.
Tanpa pikir panjang, akupun langsung berlari ke arahnya, menepuk bahunya, dan berkata,

Terima kasih. Kamu Anisa, anak manajemen itu kan ?

Dia tampak terkejut. Dan yang kuingat, senja tidak pernah menjadi seindah dan seromantis itu.

***


Hi guys ! thank you for reading my second part of this story. I feel happy by writing this story. How does it feel when you like someone then they like you back ? Maybe we don't realize, when we feel sad, think that we are alone, there is someone who cares with us. 
I have so many stories in my head, about conventual, about afterlife, but my friend said that it's controversial, so maybe love story like this is safer ^.^
Ok guys, thank you and happy reading my another story :D

Monday, April 2, 2018

Lasagna untuk Kenanga

Hi ! Happy easter for you all who celebrate it :D hope we can get bless and be a blessing to others. Amen J well, it’s midnight when I write this post. I am struggling with the pain of my furuncle at my armpit. I can’t sleep so I choose to do something happy to reduce the pain. And, yeah, write a happy story, about fall in love, because by feeling this character in this story can make me happy. Hahahhaa.. Happy reading !

***

“Kita putus aja ya”

“Ok”

Ya seperti itulah caraku dan pacarku mengakhiri hubungan kami. Berada dalam hubungan yang tidak sehat selama kurang lebih setengah tahun terakhir membuat kami capek sendiri. Kami sama-sama memiliki kesibukan masing-masing. Pacarku, Toni, adalah seorang mahasiswa teknik dan juga pecinta alam yang sedang sibuk untuk proyek ekspedisi Gunung Kerinci. Dia sudah memperjuangkan ekspedisi ini selama satu tahun belakangan, dan akhirnya perjuangan itu membuahkan hasil. Akhirnya kampus kami menyetujui untuk pengadaan ekspedisi dan ya.. energinya sangat terkuras untuk ini.

Aku Nisa, mahasiswi ekonomi yang juga sibuk mempersiapkan seminar ekonomi berskala nasional yang diadakan setiap lima tahun sekali, hal itu yang membuat kami berusaha dengan sangat keras agar acara ini berhasil. Recruitment panitianya saja berlangsung cukup ketat, dan puji Tuhan aku bisa masuk dalam kepanitiaan ini. Perlu perjuangan untuk bisa masuk dalam kepanitiaan, mengingat aku adalah mahasiswa yang tidak terlalu banyak mengikuti kegiatan di fakultas atau kampus.

Putus merupakan pilihan terbaik bagi kami saat ini. Paling tidak, kami bisa fokus pada kegiatan kami masing-masing. Toni dengan ekspedisinya, aku dengan seminar nasional. 

Hubungan kami memang baru dua tahun dan terasa hambar selama satu tahun terakhir dan memberat dalam enam bulan. Dalam sehari hanya ada satu atau dua chat, tanpa telepon, apalagi pergi bersama. Jujur, aku merasa biasa saja dengan kondisi ini. Mungkin, karena kami memang punya kesibukan sehingga pikiran kami teralihkan untuk itu semua. Bahkan ketika dia memutuskan hubunganpun aku tidak merasa sedih atau kecewa. 

Kami memang bukan pasangan populer yang ngehitz dan menjadi relationship goals mahasiswa kampus. Hanya beberapa teman dekat satu jurusan saja yang mengenal kami. Berada di kampus yang cukup ternama, dengan gedung yang terpisah untuk setiap jurusan, sangat sulit untuk menjadi orang beken. Hanya penerima beasiswa seperti LPDP, mahasiswa aktivis, atau yang masuk akun instagram dengan embel embel 'cantik' saja yang bisa terkenal. Sedangkan aku, jauh dari semua itu. Aku menikmati hidupku sebagai mahasiswa biasa. Hahahhaa..

Setelah hubungan kami berakhir, aku merasa tidak ada perubahan yang signifikan. Hanya mungkin, aku kehilangan teman untuk makan. Saat ini aku duduk di kantin teknik, tempat mahasiswa teknik makan. Kakiku sudah terstimulus untuk tiba tiba datang ke tempat ini, tempat di mana aku dan Toni biasa makan siang. Namun kali ini berbeda, aku hanya duduk di sini seorang diri.

“Cieee.. masih ke sini aja. Sendirian ?” lamunanku terhenti ketika Rina, temanku datang dan menepuk bahuku.

“Hahaha.. iya Rin. Lupa kalo udah putus. Tiba-tiba aja aku ke sini. Hahaha..” jawabku jujur.

“Gila ya. Udah putus pake acara lupa-lupa segala. Segitu hambarnya banget sih kalian” jawab Rina sambil duduk di depanku.

“Hah ? maksudnya gimana Rin ?” tanyaku.

“Ya biasanya kan kalo udah putus itu ada sedih-sedihnya, ada galau-galaunya. Lha ini, malah lupa. Doohhh” balas Rina, “ya emang beda sih kalian, sama-sama udah gada rasa dari lama ya gini” lanjutnya.

“Iya ya Rin, biasa aja gt rasanya..” jawabku.

Kata-kataku langsung terhenti ketika aku melihat seseorang berjalan melewati meja tempat aku dan Rina duduk.

Seorang laki-laki, yang tidak aku ketahui namanya, mencuri perhatianku. Ia berjalan bersama dengan teman-temannya. Aku belum pernah melihatnya selama aku pergi ke tempat ini.

“Nis ? halooo ?” Rina memanggilku.

“Eh sori Rin, aku tadi liat itu lho, yang lagi lewat. Siapa sih ?” tanyaku.

“Mana ?” Rina melihat ke belakang “eh, itu kan pacarku. Hahhaa.. dah Nis” Rina langsung pergi meninggalkanku setelah bertemu dengan pacarnya, Robi. Rina adalah temanku satu fakultas yang juga berpacaran dengan anak Teknik. Kami biasanya pergi ke kantin teknik bersama-sama. Dan tentu saja, orang yang kumaksud bukan Robi, karena aku sama sekali tidak mengenal laki-laki yang baru saja lewat di depan mataku.

Dia-yang belum kuketahui namanya- duduk bersama dengan teman-temannya. Aku mengamatinya dari atas hingga ke bawah. Bila dideskripsikan, dia tampak sangat mirip dengan tokoh Harry Potter ketika tahun pertama. Rambutnya cepak, agak panjang dan acak-acakan. Badannya bungkuk, sepertinya dia sering membawa tas berbeban berat. Ia menggunakan kacamata dengan frame kotak hitam yang tampak cocok dengan wajahnya yang berwarna sawo matang. Ia juga menggunakan jam tangan yang kulihat terlalu besar dan terlalu longgar untuk tangannya yang kurus.

Aku memandanginya dengan seksama. Kulihat dia mengeluarkan notebook nya yang kecil itu. Sesuai dengan badannya yang juga kecil, untuk ukuran laki-laki. Tingginya mungkin sekitar 160 cm, 6 cm lebih tinggi dariku.

Kulihat jam milikku yang sudah menunjukkan pukul 15.00. Aku harus bergegas menuju ke gazebo dekat lapangan kampus untuk rapat seminar. Sekali lagi kulihat dirinya, pria itu, dan aku berharap, semoga aku bisa bertemu lagi dengannya..

***

Hari Kamis pukul 12.00 aku melangkah ke luar kelas menuju ke perpustakaan kampus untuk mengerjakan beberapa tugasku sembari menunggu rapat seminar pukul 18.00. Jarak antara fakultasku dengan perpustakaan kampus tidak terlalu jauh dan bisa ditempuh dengan berjalan kaki.

Setelah makan siang, aku bergegas untuk ke perpustakaan, di sana aku langsung menuju ke ruang komputer. Berjam-jam aku berkutat dengan tugasku. Tepat pukul 17.00, aku melihatnya lagi, pria yang kulihat di kantin teknik beberapa hari yang lalu. Namun kali ini ia datang sendirian. Kulihat dia duduk di ruang belajar dan mengeluarkan notebook kecil miliknya lagi. Dan tidak hanya notebook, tetapi dia juga mengeluarkan wadah bekal makanan. Aku tidak tahu pasti apa yang dia makan, dan untuk mengurangi rasa penasaranku, aku pura-pura mencari buku di rak samping meja tempat dia duduk.

Terasa sangat akward hanya untuk berjalan dari ruang komputer menuju ke ruang belajar. Langkahku sangat terbata-bata dan aku merasa ada yang aneh dari diriku. Tangan dan kakiku mulai mengeluarkan keringat dingin dan jantungku bergedup sangat kencang. Perutku sampai mual, seperti naik roller coaster. Pandanganku lurus ke depan, tapi ujung mataku melihatnya, dan hal ini yang menyebabkan aku hamper menabrak salah satu rak buku.

Ternyata kalo di film-film ada orang salah fokus itu gini rasanya…

Aku berpura-pura memilih buku sembari ujung mataku melihatnya. Aku benar-benar merasa aneh saat itu.

Untuk apa aku sampai seperti ini ?

Tetapi lagi-lagi, aku terstimulus untuk melakukannya tanpa berpikir panjang.

“Woe, Nang, kamu di sini to. Nanti datang kan ?” kudengar seseorang menyapanya. Aku langsung membuka telingaku lebar-lebar agar bisa mendengar mereka.

Nang ? namanya Nang ? Nang siapa ?

“Yo i, bro. Nanti datang dong, di lapangan kan ?” jawabnya.

“Ya di mana lagi.. di situlah. Eh kamu makan apa itu ?” kata temannya.

“Biasa.. hahahhaa” jawabnya. Aku mulai memposisikan diriku agar aku bisa melihat wajahnya. Jantungku semakin berdegup dengan kencang, aku bisa merasakan aliran darahku mengalir lebih cepat. Kulihat wajahnya dari dekat. Deretan gigi yang putih dan rapi dengan suara yang sangat medok. Kulihat lagi makanan yang ada di tempat makan berwarna biru miliknya.

Emm.. itu.. lasagna ?

“Itu lasagna ya ? setiap hari kamu bawa itu. Ga bosen ?” Tanya temannya.

“Engga bro. makanya makannya sehari sekali aja, biar ga bosen. Hahaha” jawabnya santai sambil tertawa. Tanpa sadar akupun ikut tersenyum mendengarnya.

“Dasar. Yaudah, aku duluan ya. Sampai jumpa nanti” temannya pun pergi.

Aku masih pura-pura melihat-lihat buku sambil memandanginya.

Kamu siapa ?

Tanyaku berulang dalam hati.

Kulihat jam di tanganku. Pukul 18.00. Akupun bergegas pergi dari rak buku dan mengambil barang-barangku untuk segera pergi ke gazebo, tempat di mana kami biasa mengadakan rapat. Sepanjang jalanku, aku berdoa, semoga lapangan yang dimaksud tadi adalah lapangan dekat gazebo. Aku berharap demikian, agar aku bisa melihat dirinya lagi.

Sesampainya di gazebo, aku sengaja mengambil posisi agar bisa menghadap ke lapangan. Aku melihat setiap orang yang berlalu lalang, harap-harap cemas siapa tahu ‘Nang’ datang. Kupakai kacamataku dan kulihat sekeliling dengan seksama, sedangkan telingaku mendengar rapat dan tanganku mencatat serta jantungku terasa deg-degan. Sedari tadi memang aku merasa badanku aneh  Tangan dan kakiku terasa dingin, jantung deg-deg an, dan peut mual. Hal-hal itu masih saja kurasakan. Sampai akhirnya kulihat seseorang lewat dengan membawa kamera DSLR. Itulah ‘Nang’.

Pernahkah kalian, ketika sedang berjalan di kerumuman dan berusaha mencari seseorang, disertai keanehan tubuhmu dan ketika kamu menemukan orang itu rasanya seakan-akan lega yang teramat sangat, seperti turun dari jalanan curam dengan kecepatan tinggi namun akhirnya selamat ?
Ya seperti itulah yang kurasakan.

Jadi kamu suka fotografi ya, Nang ?

Aku tersenyum melihatnya.
***

Perjalanan pulang setelah rapat terasa berbeda. Rasanya di atas motor aku ingin sekali berteriak-teriak kegirangan dan tertawa sekeras mungkin untuk meluapkan ekspresi kebahagiaanku. Aku melakukannya, satu kali, sebelum pandangan aneh orang-orang di sekitarku ketika lampu merah. Aku pura-pura innocent karena aku memakai masker sehingga tidak ketahuan. Hihii…

Dalam perjalanan aku melewati sebuah supermarket. Dan tanpa sadar, aku langsung membelokkan motorku ke sana. Aku sempat ngebleng untuk beberapa saat.

Ini kenapa deh aku sampe sini ? mau belanja apa aku ?

Pikirku dalam hati. Namun aku kemudian berjalan-jalan di sekitaran rak untuk mencari inspirasi. Sampai akhirnya, aku sampai pada rak pasta.

Lasagna.

Segera kucek dompetku untuk menghitun uang, kucek hp ku untuk mencari serep lasagna. Akupun pulang tanpa tangan kosong. Aku membeli bahan-bahan untuk membuat lasagna.

***

Pukul 06.00, aku bangun dan membuka-buka hp ku. Biasanya ketika kubuka hp ku, ada pesan singkat yang masuk. Ya, pacarku biasanya mengucapkan selamat pagi. Namun, beberapa waktu ke belakang hingga saat ini aku sudah tidak mendapatkannya lagi. Akupun membuka laman facebook untuk mengecek beberapa pemberitahuan. Tiba-tiba aku kepikiran untuk mencari tahu mengenai ‘Nang’.

Aku mengecek di friend list beberapa temanku yang ngehitz di kampus karena siapa yang tidak berteman dengan mereka ? namun hasilnya nihil. Aku tidak tahu nama lengkapnya dan tidak ada data tentang dirinya sama sekali. Aku berpikir keras agar bisa mendapat informasi, paling tidak, tentang namanya.

Kemudian aku teringat bahwa ia mengikuti kegiatan fotografi. Aku langsung membuka profil facebook klub fotografi kampus, dan kucari satu-satu di list membernya. Karena tidak mengetahui nama, aku membuka profil setiap orang yang menjadi member.

Akhirnya ketemu.

Kenanga Saputra.

Itulah namanya.

Jantungku terasa hampir lepas dari rongga dadaku. Perutku kembali mual, tangan kakiku terasa  sangat dingin. Aku langsung bersembunyi di balik selimut dan kakiku bergerak-gerak kegirangan.

Terima kasih facebook. Sungguh, terpujilah engkau Mark Zukeberg.

Teriakku dalam hati. Akupun menjelajahi profil facebook nya. Kulihat awal hingga akhir postingan. Ternyata dia tidak terlalu banyak memposting segala sesuatu, paling banyak hanya foto-foto matahari tenggelam hasil karyanya. Lucu, karena ketika aku menemukan seseorang yang bertanya kepadanya, 'kenapa kamu suka foto matahari tenggelam ?' jawaban Kenanga cukup simpel, 'soalnya obyeknya aja udah bagus. Gaperlu susah-susah pake teknik foto juga hasilnya tetep bagus'. Aku mengangguk dan tersenyum setuju. Akupun berpikir apakah aku harus add facebook miliknya. Belum sempat kulakukan, aku segera menutup facebook ku dan siap-siap menuju ke kampus.

Aku mulai melakukan mix and match sebelum berangkat ke kampus. Hal yang tidak pernah kulakukan selama masa perkuliahanku. Aku memilih untuk menggunakan kemeja berwarna biru, dengan jaket jeans yang sudah lama tidak kugunakan, celana kain berbentuk pensil berwarna hitam dan sepatu sneakers. Akupun mengikat rambutku tinggi dan kurapikan poniku. Tak lupa, aku memasang anting-anting andalanku dan mengoleskan lipstick nude. Berkali-kali kuputar badanku untuk melihat diriku di kaca. Tak hanya itu, akupun latihan senyum, ya.. kalau-kalau.. aku bertemu ‘Nang’ alias Kenanga hari ini.

Halo J  

Emm.. engga, gausah kliatan  gigi.

Haloo..

Terlalu berlebihan.

Hai.

Kalo ini sok cuek.

J

Aduh, lipstick ku belepotan.

Begitulah aku ketika berusaha untuk tersenyum kalau-kalau bertemu Kenanga hari ini. Aku bertekad untuk memberinya sebuah senyuman ketika bertemu. Meskipun tampak akward, paling tidak, aku sudah berusaha.

***

Hari ini hari Minggu. Aku bertekad untuk membuat lasagna dengan bahan-bahan yang sudah kubeli beberapa saat yang lalu. Aku baru pertama kali ini memasak lasagna namun aku harap percobaanku ini berhasil. Aku ingin memberikan lasagna buatanku kepada Kenanga, atau yang biasa disebut dengan Nanang.

Aku baru mengetahuinya setelah beberapa kali kepo facebook miliknya. Tidak, aku belum memiliki keberanian untuk klik add as a friend. Aku bersyukur dengan adanya sosial media, terkhusus facebook, sehingga aku bisa mengetahui mengenai seseorang dari sana. Hal ini juga dipengaruhi karena aku tidak memiliki instagram atau twitter. Aku jadi mengetahui mengenai pemberian nama Kenanga yang dikarenakan kelahirannya di Filipina, dan bunga kenanga berasal dari sana. Aku juga mengetahui tentang hobi, bahkan pendidikannya dari SD hingga kuliah lewat facebook. Ternyata dia adalah seorang mahasiswa teknik informatika, mungkin itu sebabnya dia selalu membawa notebook ke manapun ia pergi. Hahaha.. sangat mengerikan tingkat kekepoanku ini.

Beberapa kali aku bertemu dengan Kenanga di perpustakaan. Aku mengetahui bahwa dia senang pergi ke sana untuk mengerjakan tugas atau sekedar nge game Dota. Dan lagi-lagi, aku hanya bisa melihatnya dari dari ruang komputer. Memang, setiap aku melihatnya dia pasti membawa kotak makanan kecil berisi lasagna.

Meskipun aku bisa melihatnya, namun tak sekalipun aku berani menyapanya. Aku hanya bisa memandanginya, tanpa memberinya sebuah senyuman. Bila melihatnya saja, semua keanehan tubuhku kembali. Keringat dingin, deg-deg an, dan mual.

***

Percobaan pertamaku dalam membuat lasagna ternyata berhasil karena pada dasarnya aku adalah orang yang senang memasak berbagai masakan, mulai dari kue hingga pasta. Meski bentuknya tidak secantik buatan toko, namun rasanya boleh diadu. Aku memotong-motong lasagna ku ke dalam beberapa tempat makan mika untuk kubagi-bagikan kepada teman-temanku keesokan harinya. Dan mereka pun berpikir sama denganku.

“Plis, Nis. Ini apaan deh bentuknya kayak gini” kata Rina.

“Cobain dulu lah. Baru komen” jawabku. Rina langsung mengambil sepotong lasagna.

“Eh gilak. Enak cooy” Rina mengunyah makanan dengan semangat, “ini baru namanya don’t judge a food by its shape. Hahaha..”

Mendengar hal itu aku menjadi cukup percaya diri menyisakan satu potong untuk kuberikan kepada Kenanga. Aku membagi-bagikan lasagna ku kepada sepuluh orang temanku, dan mereka semua berkata lasagnaku enak dan hanya empat diantaranya yang mengatakan bentuknya mengerikan.

Menjelang sore setelah kelas, aku bergegas menuju ke perpustakaan dan menunggu Kenanga datang. Biasanya, ia datang sekitar pukul 16.00, kecuali hari Kamis dia datang pukul 17.00 karena jam 18.00 ia akan mengikuti perkumpulan fotografi.

Hai. Aku Nisa. Kamu Kenanga ya ? aku beberapa kali liat kamu di perpus, ini aku masak. Masih sisa satu. Buatmu. Hehe..

Ah, kepanjangan.

Hai. Aku Nisa. Kamu suka lasagna ya ? ini buatmu.

Aduuhh, keliatan kepo nya. Serem.

Hai. Aku masak nih, sisa satu.. gatau mau kasih ke siapa. Buatmu aja. Hehehe..

Aneh banget, ga kenal langsung kasih kasih aja.

Begitulah yang kulakukan sembari menunggunya datang. Latihan bicara untuk menyerahkan lasagna ini. Aku sudah latian di rumah namun belum menemukan kata-kata yang tepat.

Kulihat jam di tanganku yang sudah menunjukkan pukul 16.20 dan Kenanga belum juga datang. Aku kemudian berjalan-jalan ke seluruh bagian ruangan di perpustakaan, namun hasilnya juga nihil. Aku kemudian menunggu hingga pukul 17.00.

Kenanga tidak juga datang.

Perasaanku berubah menjadi khawatir. Entah mengapa hatiku berkata bahwa ia tidak datang ke perpustakaan hari ini. Aku pun keluar dari perpustakaan dan berjalan-jalan di sekitaran kampus, kalau-kalau aku melihat Kenanga. Aku pergi ke kantin fakultas teknik, namun tidak kutemukan juga batang hidungnya. Kemudian aku berjalan menuju ke laboratorium komputer tempat ia biasa praktikum, namun nihil pula.

Pukul 17.45 aku mulai mengurungkan niatku untuk memberikan masakanku kepada Kenanga. Aku berjalan menuju gazebo dekat lapangan untuk sejenak menghela napas dan beristirahat.

Matahari perlahan mulai tenggelam. Aku duduk di gazebo dengan tatapan sayu. Kupegang lasagna dan kupandanginya. Kemudian aku memutuskan untuk memakannya sendiri saja karena aku tidak bisa menemukan Kenanga. Ketika aku hendak membuka plastic mika, wadah lasagna, aku mendengar ada bunyi bel sepeda. Ketika kulihat dengan seksama.. ternyata itu Kenanga. Kenanga datang ke lapangan dengan menggunakan sepeda dan membawa kamera. Ia ingin memotret sunset, kesukaannya.

Tanpa pikir panjang, aku langsung berjalan menuju ke arahnya. Jantungku berdegup kencang, lebih kencang dari biasanya, mataku berkunang-kunang, bibirku terasa sangat kering karena napasku yang ngos-ngosan.

Ketika aku sampai di samping Kenanga, ia menolehkan wajahnya kepadaku, sebelum aku sempat menyapanya. Ia melihatku di balik kacamata kotaknya.

“Hai. Ini buatmu” ucapku terbata-bata sambil menyerahkan plastic mika wadah lasagna.

Kenanga mengambilnya dari tanganku dengan wajah yang agak heran. Belum sempat dia mengucapkan kata-kata, aku langsung berbalik arah. Aku percaya mukaku pasti sangat merah karena menahan malu. Ketika aku membalikkan badan dan hendak melakukan jalan cepat untuk segera kabur dari tempat itu, Kenanga memegang pundakku dan berkata,

“Terima kasih. Kamu Anisa, anak manajemen itu kan ?”

Akupun terkejut ketika dia mengetahui namaku dan yang kuingat, senja tidak pernah menjadi seindah dan seromantis itu.

***

Thank you for reading my very long story :) actually I've been inspired about this story a long time ago, but I was too lazy to make it. I'm happy that I can retell this story which was repeating on my head :D  

Pilihan untuk Menjadi Ibu yang Bekerja

Menjadi ibu itu capek ! Serius, melelahkan. Sebagai seorang ibu, mau bekerja atau full time di rumah, tetap saja melelahkan. Beberapa waktu...