Sunday, November 25, 2018

Perangi Malas, Cegah Hoax - A Lesson Learned


Saat ini informasi dapat dengan mudah diakses oleh masyarakat. Kemudahan ini sangat dipengaruhi oleh perkembangan teknologi yang begitu pesat. Contohnya, untuk mendapat sebuah berita tidak perlu repot-repot menunggu surat kabar cetak, namun bisa dicari menggunakan internet yang ada di telepon genggam. Dengan demikian, banyak informasi yang didapatkan oleh masyarakat.

Banyaknya informasi yang beredar dengan mudah memiliki dampak positif dan negatif. Contoh dari dampak positif yang dihasilkan adalah persebaran informasi dapat dengan cepat sampai ke khalayak. Sementara itu, salah satu dampak negatifnya adalah terdapat oknum yang memanfaatkan kemudahan penyampaian informasi ini untuk menyebarkan hoax atau berita bohong.

Maraknya hoax yang ada tentu menimbulkan masalah. Misalnya terjadi kesulitan untuk membedakan antara hoax dan berita faktual. Para pembuat hoax dapat merangkai kata-kata dengan bahasa yang menarik dan mudah dimengerti sehingga membuat pembaca memercayai bahwa hal itu adalah nyata dan benar adanya. Semakin banyak orang yang percaya, semakin sulit untuk menentukan kebenaran akan sebuah berita.

Hoax dikemas dalam bahasa yang dapat menggugah emosi para pembacanya, baik itu rasa kaget, takut, marah, senang, dan sedih, sehingga banyak yang tertarik untuk membagikannya kepada orang lain tanpa memvalidasi terlebih dahulu. Bahasa memang menjadi hal yang krusial dalam persebaran informasi. Bahasa bisa menjadi senjata tajam bagi penerima informasi, terutama bila terjadi kesalahpahaman dalam penyampaiannya. Oleh karena itu, bahasa dalam sebuah berita, termasuk hoax, perlu mendapat perhatian.

Hoax tidak bisa dilepaskan dari internet, yang merupakan sarang penyebarannya. Media sosial merupakan sarana utama penyebaran hoax disusul aplikasi obrolan seperti WhatsApp dan Line. Wahana tersebut menjadi sasaran empuk oknum penyebar hoax karena selain penggunanya yang sangat banyak juga belum ada sistem penyaringan untuk sebuah berita. Semua pengguna dapat mengunggah foto atau cerita secara bebas tanpa diketahui kebenarannya.

Dalam upaya pencegahan hoax, kaum muda memiliki peran yang sangat penting. Kaum muda adalah pengguna aktif daring media sosial, sebut saja Facebook, Twitter, dan Instagram yang terbesar. Maka, timbul sebuah pertanyaan :

Bagaimana upaya nyata pencegahan hoax yang dapat dilakukan oleh kaum muda ?

Pertama, jangan malas membaca. Bacalah sumber berita secara keseluruhan, bukan hanya dari judulnya saja. Pahami dengan benar isinya, apakah narasumber sudah sesuai dengan artikel yang ditampilkan dan apakah narasumber menyertakan data valid untuk mendukung pernyataannya. Tak hanya itu, bacalah juga berita terkait untuk mengetahui kronologi sebuah berita. Bila perlu, bandingkan berita dari sebuah sumber dengan sumber lain. Dengan demikian, informasi yang didapatkan menjadi sebuah kesatuan yang komprehensif.  

Kedua, jangan malas untuk membiasakan diri menggunakan bahasa yang santun sesuai etika. Media sosial sangat rentan dengan hoax, maka sebagai kaum muda hendaknya tidak memperkeruh suasana melalui ucapan atau kata-kata yang membuat situasi memanas. Ucapan yang berisi makian, hinaan, atau bahkan dehumanisasi lebih baik disingkirkan. Tanggapi segala sesuatu dengan kepala dingin. Isilah media sosial dengan hal yang positif. Selain itu, seperti yang telah disebutkan di atas bahwa bahasa dapat memiliki makna yang berbeda, maka mari kita berusaha untuk menggunakan bahasa yang baik dan benar untuk meminimalisir kemungkinan kesalahpahaman yang terjadi.   

Ketiga, jangan malas untuk selalu mengingatkan orang lain, terutama orang tua. Sebagai kaum muda, amatlah baik bila kita memberi tahu lain, terutama kepada orang tua mengenai hoax yang mudah beredar. Pada umumnya, orang tua memiliki grup obrolan yang sangat memungkinkan penyebaran hoax. Apabila orang tua bertanya kepada kita mengenai kebenaran sebuah berita yang ada, janganlah malas untuk selalu mengingatkan bahwa tidak semua berita itu benar dan perlu divalidasi. Ajaklah orang tua untuk berdiskusi.

Melawan kemalasan memang sulit. Hal ini bisa disebabkan karena kemalasan masih menjadi budaya dalam masyarakat, terlebih segala sesuatu sudah serba instan termasuk dalam penerimaan informasi. Informasi yang didapatkan diterima begitu saja tanpa ada pikiran untuk mengkritisi. Sehingga mau tidak mau memang untuk melawan kemalasan harus dimulai dari diri sendiri. Harus ada keinginan untuk berubah ke arah yang lebih baik dan usaha yang keras.


Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa segala perkembangan terknologi informasi ini memiliki banyak sisi positif namun tetap saja ada yang mengambil keuntungan pribadi, yaitu dengan menciptakan hoax. Sebagai kaum muda, kita memiliki peran penting dalam pencegahan hoax yaitu dengan memerangi sikap malas, baik itu kemalasan dalam membaca, kemalasan berbahasa sesuai etikam dan kemalasan untuk mengingatkan orang lain. Mari kita mulai dari diri sendiri dengan mengubah sikap untuk menuju bebas hoax bagi masyarakat. Diawali dengan niatan, dilanjutkan dengan perbuatan, diakhiri dengan keberhasilan.  

***

Hi guys ! So, I've joined writing contest for the umpteenth time and haven't won yet. Hahaha.. I'm literally laughing when remembering it. This essay was one of many writing I've joined for contests. I like to join writing contest to stimulate my self, not to win it. To win is a side effect, but the most important is I have motivation and deadline to write.
One thing that I hate about writing contest is I don't know about the quality of the writing. The one and only standard is, if it's not winning, then it's not a good essay. But what's the advice to make it better ?
I'm happy that on this contest there are some of the participants upload their writing on the web (I haven't uploaded yet because I haven't had LINE username. It's one of the requirement) so I can compare mine with others. Well, I realize that my writing is far from the main theme and many people have the same essence as mine. So, what's making my writing special ? Well, none. Hahaha..
Nevertheless, I'm still grateful to know that I have to think more to make my essay suitable with the main theme and I have to think out of the box. It makes me getting excited to join another writing contest. Hahaha.. I'm still learning and nothing's wrong with failure while learning, isn't it ? ;) 


Pilihan untuk Menjadi Ibu yang Bekerja

Menjadi ibu itu capek ! Serius, melelahkan. Sebagai seorang ibu, mau bekerja atau full time di rumah, tetap saja melelahkan. Beberapa waktu...