Monday, May 18, 2020

#18 : Ujian Terakhir Kelana

Hai ! Lagi-lagi banyak berita yang membuat pusing kepala. Klarifikasi sana sini, mulai dari pemerintah hingga selebgram. Yasudah, yang penting sebagai rakyat kita tetap cuci tangan, pakai masker, dan social distancing; sambil berharap segala yang kita alami akan menjadi lebih baik. Amin.. sekarang mari kita lanjutkan dongeng yang sudah tujuh belas hari berlangsung ini.

Dongeng ini berjudul “Petualangan Kelana”, bercerita mengenai seorang prajurit bernama Kelana (#2) yang berhasil menggagalkan rencana Rafas, penyihir jahat, untuk melukai Putri Mahesa, putri Sang Raja (#3). Karenanya, Kelana hendak diangkat menjadi seorang Ksatria Kerajaan.

            Ketika Putri Mahesa menanyakan keluarga Kelana, Kelana berbohong mengenai keadaan keluarganya (#4) dan Putri Mahesa menceritakan kisah mengenai hilangnya Sang Ibu lima tahun yang lalu (#5).      

Saat hari pelantikan tiba, Kelana mengusir adiknya yang datang ke kerajaan (#6) dan secara tiba-tiba, Rafas muncul dan menyihir Putri Mahesa hingga tak sadarkan diri. Ia pun mengaku bahwa ialah yang membunuh Sang Permaisuri, ibu Putri Mahesa (#7). Ketika kerajaan Andala diselimuti kegelapan karena sihir jahatnya, Permaisuri menemuinya dan merebut tongkat Rafas. Namun naas, ia terjatuh dari tebing (#8). Pada saat itu pula, Rafas mengatakan Putri Mahesa bisa kembali sadar dengan syarat kerajaan Andala diserahkan kepadanya.

Atas kejadian ini, para penasihat dan Ksatria istana mengadakan pertemuan dan didapatkan hasil mereka akan berpencar untuk mencari teratai emas yang konon bisa untuk mengalahkan sihir jahat (#9). Kelana pun memulai perjalanannya ke arah tenggara (#10).

Ketika berada di tengah hutan, Kelana menyelamatkan seekor kelinci milik seorang wanita tua. Sebagai balas jasa, ia memberitahukan cara untuk mendapatkan teratai emas dengan menunjukkan lembah terdalam hutan. Sesampainya di sana, Kelana melihat cermin dan tersedot masuk ke dalamnya (#11).

Kelana mengalami perjalanan sihir hingga sampai ke sebuah tempat yang asing baginya, di mana tempat itu terdapat tantangan untuk diselesaikan demi mendapatkan teratai emas. Tantangan pertamanya adalah mengalahkan raksasa (#12). Pada perjalanannya tersebut, Horsi, kuda kesayangannya, berubah dari kuda menjadi seekor tikus.

Pada #13 Kelana masih mencari cara untuk bisa mengalahkan raksasa dan #14 menceritakan kesuksesan Kelana dalam menghadapi ujian pertamanya itu dengan menggnakan taktik yang cerdik. Setelah mengalahkan raksasa, Kelana kembali mengalami perjalanan ruang dan waktu.

Kelana sampai pada sebuah keramaian pasar untuk ujiannya yang kedua. Kali ini ia diminta untuk menemukan barang yang paling berharga di sana (#15). Kelana masih belum menemukannya, sesekali ia melihat uang yang ada di dompetnya manakala ada keajaiban yang menggandakan uang tersebut. Lama ia mencari, namun belum juga ketemu. Lalu tiba-tiba, teman seperjalanannya, Horsi, mulai menunjukkan tanda-tanda tidak sadarkan diri (#16).

Setelah Horsi melewati masa kritisnya, Kelana menemukan barang yang paling berharga (#17) dan ia melewati perjalanan lagi untuk menghadapi ujian yang ketiga.

***

Kelana dan Horsi akhirnya mendarat di sebuah tempat. Tempat itu tampak seperti pemukiman padat yang kumuh. Tampak genangan air kotor di mana-mana. Jalan yang menghubungkan rumah dengan rumah lain pun sangat sempit. Tidak ada tanaman atau pohon yang tumbuh di sana. Hanya rumput liar yang mudah ditemui.

Langit menjadi gelap, terdengar gemuruh dari langit, yang menandakan suara yang akan memberi petunjuk ujian kepada Kelana akan datang. Kelana duduk di pinggir jalan dengan Horsi yang ada di bahunya sedang makan remahan roti.

“Selamat datang di ujian yang terakhir. Kali ini tantangan yang harus kamu hadapi adalah menemukan teratai emas !” kata suara itu.

Kelana mengernyitkan dahi, ia merasa keheranan. Bagaimana mungkin di tempat kumuh seperti ini ada teratai emas yang selama ini ia cari-cari ? ia pun bertanya kepada sang suara,

“Di manakah tempat teratai itu berada ?”

“Carilah,” suara itu kemudian menghilang.

Kelana hanya bisa menggelengkan kepalanya. Ia sudah menduga bahwa suara itu tidak akan memberikan arah yang jelas mengenai ujian terakhirnya itu. Kelana bangkit dari tempat duduknya, berkeliling dan berjalan di sekitar pemukiman untuk mendapatkan petunjuk. Ia mengamati sekitarnya. Sekilas ia tampak prihatin karena tempat itu sungguh berbeda dengan istana tempat ia tinggal.

Ia sempat bertemu dengan segerombolan anak yang bermain dengan tanah penuh lumpur yang kotor. Mereka tampak amat gembira bermain bersama. Perlahan Kelana ikut tersenyum melihat kesederhaan orang-orang mungil di depannya itu. Ia teringat akan masa kecilnya yang senang bermain bersama teman-temannya.

Hari masih sore ketika ia itu. Ia sesekali ikut permainan anak-anak di sana. Mereka sangat ramah kepadanya. Mereka tampak bebas dan tidak memiliki beban pikiran. Kelana kemudian berefleksi terhadap dirinya sendiri. Saat ini ia sudah dewasa dan memiliki banyak tanggung jawab. Bahkan dengan diangkatnya ia menjadi seorang ksatria, ia harus menanggung beban keselamatan istana, bahkan negara. Ia terkadang ingin kembali ke masa kecilnya, di mana ia masih bebas dan hanya bermain saja. Namun ia juga menyadari, bagiamanapun, seseorang pasti tumbuh besar. Itu pasti. Dan menjadi dewasa adalah sebuah pilihan. Ia memilih untuk menjadi seorang yang dewasa.

Ketika itu seorang anak dipanggil oleh ibunya untuk segera mandi karena hari mulai gelap. Kelana mengamatinya lagi. Kali ini ia teringat akan ibunya. Bagaimana ibunya mengasuhnya sejak kecil dan dengan sabar menasehatinya ketika ia nakal. Ibunya jugalah yang telah berjuang dengan keras untuk menghidupinya dan sang adik. Tanpa sadar Kelana meneteskan air matanya, terlebih mengingat kejahatan yang pernah ia lakukan kepada keluarganya itu.

Tiba-tiba lamunannya buyar setelah dari belakang ada seseorang menabraknya.


No comments:

Post a Comment

Pilihan untuk Menjadi Ibu yang Bekerja

Menjadi ibu itu capek ! Serius, melelahkan. Sebagai seorang ibu, mau bekerja atau full time di rumah, tetap saja melelahkan. Beberapa waktu...