Thursday, April 5, 2018

Lasagna untuk Kenanga (part 2)

Akhirnya jam istirahat tiba. Aku dan teman-temanku berhamburan ke luar kelas untuk menuju ke kantin. Sesampainya di kantin, aku melihat sosok yang asing di mataku. Mataku tidak bisa teralihkan karena dia sangat menarik perhatianku.

Rambutnya diikat tinggi dengan poni ke samping. Tidak terlalu rapi, beberapa rambut kecilnya jatuh tidak beraturan, ia menggunakan kacamata kotak berwarna hitam, mirip sepertiku. Kulitnya kuning dengan beberapa freckles yang menghiasi pipinya. Dia menggunakan kaos polo shirt  berwarna merah dengan celana kain dan sepatu sneakers. Tas ransel bertengger di samping tempat duduknya. Dia tidak melihatku, dia sedang menulis sesuatu di buku catatan kecil berwarna biru miliknya.

Aku dan teman2ku mengambil tempat duduk di meja depan dirinya. Aku melihatnya dari ujung mataku sedangkan dia asik dengan catatannya.

Tidak berapa lama kulihat seorang pria menghampirinya. Aku mengenal laki-laki itu. Kami sama-sama berkuliah di jurusan teknik informatika, namun aku yakin.

“Hai, Anisa” sapa lelaki itu.

Anisa, nama yang asing di telingaku.

“Hai Toni” dia memberikan senyumnya. Manis.

***

Sejak saat itu aku sering melihatnya di kantin. Seperti hari ini, aku melihatnya dari kejauhan, pada jam makan siang dia kembali duduk di tempat yang sama. Tapi kurasa ada yang lain. Dia tidak menulis di catatan kecilnya. Dia hanya duduk melamun sampai temannya menyapanya. Mereka sempat ngobrol sebentar sampai akhirnya aku lewat di depannya.

Aku sangat gugup bila berdekatan dengannya. Ketika melewatinya saja, aku bersama dengan teman-temanku supaya rasa gugup itu hilang. Aku sering melihatnya lewat sudut mataku, supaya dia tidak mengetahui bahwa aku memperhatikannya.

Beberapa aku aku mencoba mencari tahu tentangnya, namun aku sangat sulit menemukan social media atas namanya. Aku hanya menemukan facebook miliknya.

Anisa Putri.

Mahasiswi jurusan manajemen.
***

Aku berjalan menuju perpustakaan kampus untuk bermain game. Aku senang berada di perpustakaan karena selain wi-fi nya yang cukup kencang, aku dapat menyendiri dan memakan bekal makanku. Aku selalu membawa bekal makanan buatan ibuku. Ibuku adalah seorang ibu rumah tangga dan beliau senang memasak. Ibu rutin menitipkan jajanan buatannya di toko dekat rumah setiap pagi. Dan setiap pagi pula, aku selalu mengambil salah satu makanan favoritku. Lasagna. Cemilan yang cukup mengenyangkan, cocok untuk snack sore ketika aku selesai kuliah.

Aku senang duduk di ruang belajar, sebuah ruangan yang cukup luas dan biasa untuk berdiskusi atau mengerjakan kelompok. Pada sore hari, ruang belajar sepi, karena mahasiswa lain lebih senang nongkrong di  cafĂ© atau tempat makan yang ngehits. Dari ruang belajar ini pula, aku melihatnya lagi.

Anisa.

Dia duduk di ruang komputer yang berada tepat di depan ruang belajar. Dia sendirian berkutat dengan layar komputer yang ada di hadapannya sambil sesekali mencatat di buku kecilnya itu. Hal ini membuatku semakin betah untuk berada di perpustakaan.

Ini bukan kali pertama aku bertemu dengannya. Aku sering melihatnya di ruangan komputer itu. Aku mulai membuka notebook kecil milikku. Aku cukup terkejut ketika dia berjalan ke arahku. Jantungku terasa seperti hentakan ribuan kuda yang berlari dengan kencang. Aku yakin, mukaku pasti sangat pucat. Aku melihatnya berada di rak buku samping meja tempat aku duduk. Ingin rasanya aku menyapanya, dan membantunya mencari buku karena kulihat dia sangat serius dalam memilih buku.

Woe, Nang, kamu di sini to. Nanti datang kan ?” temanku menyapaku. Aku terkejut mendengar sapaan itu. Nanang, itu namaku. Kependekan dari Kenanga. Kenanga Saputra. Teman-teman biasa memanggilku Nanang. Aku yang membuat nama panggilan itu agar mudah diingat dan terasa akrab di telinga. Kenanga, mungkin nama yang cukup unik terutama untuk seorang pria. Orang tua ku memberi nama kenanga, yang memang berasal dari bunga kenanga. Aku lahir di Filipina, saat itu ayahku melanjutkan pendidikannya di sana. Dan aku juga baru mengetahui bahwa bunga kenanga berasal dari Filipina. 

Yo I, bro. Nanti datang dong, di lapangan kan” jawabku. Aku harus tetap tampak stay cool, padahal aku kaget setengah mati.

Itu adalah temanku, Rio. Dia berasal dari jurusan yang sama denganku. Kami juga bersama-sama mengikuti fotografi. Aku sangat senang dengan fotografi, terutama foto matahari tenggelam. Hal ini karena tidak sulit untuk memfoto obyek yang memang sudah bagus dengan teknik fotoku pas-pasan atau lebih tepat asal-asalan.

***

Pukul 18.30 aku sampai di lapangan tempat kami melakukan kegiatan fotografi. Dari kejauhan aku melihatnya, Anisa, sedang rapat bersama dengan teman-temannya. Aku segera merapikan rambutku yang terkena angina ketika mengayuh sepeda cepat-cepat. Aku harap aku bisa mendapat kesempatan untuk sedetik membalikkan badan dan mengambil gambarnya. Tapi mana mungkin, berjarak sekitar 50 meter darinya saja aku sudah salah tingkah.

***

Aku bertemu dengannya lagi hari ini di perpustakaan. Dia sangat manis dengan kemeja berwarna biru, jaket jeans dan celana kain pensil berwarna hitam. Rambutnya diikat tinggi, seperti biasa, namun hari ini terlihat lebih rapi. Aku juga melihat dia menggunakan anting-anting panjang yang sangat cocok dengan bentuk wajahnya. Bibirnya juga berwarna lebih terang dari biasanya. Hari ini dia terlihat berbeda dan.. sempurna J
***

Hari ini kelas dimulai terlambat dan selesai terlambat pula. Pukul 17.00 kami baru selesai kelas. Aku merasa cukup sedih karena hari ini aku tidak bisa melihat Anisa, dari kejauhan. Aku memutuskan untuk pulang ke rumah karena hari sudah mulai gelap.

Dalam perjalanan pulang, aku melewati lapangan tempat kami biasa kumpul fotografi. Di sana aku melihat Anisa, sedang duduk di gazebo. Dia tampak sangat sedih. Tangannya menggenggam sesuatu. Tanpa pikir panjang aku langsung mengayuh sepedaku ke dekat gazebo. Aku sangat canggung sampai-sampai tak sengaja kubunyikan bel sepedaku. Dia tampak kaget dan melihatku. Namun aku tidak berani menatapnya, aku hanya meliha dari ujung metaku. Aku pun turun dari sepeda.

Aku sangat gugup. Aku merasa deg-deg an. Aku langsung mengeluarkan kamera dan memfoto-foto matahari yang tenggelam untuk mengehilangkan rasa canggung. Aku bersyukur karena aku selalu membawa kamera milikku ke manapun aku pergi, kalau-kalau ada momen yang indah yang tiba-tiba datang.

Aku berpura-pura asik memfoto ketika kudengar ada langkah kaki yang mendekatiku.

“Hai. Ini buatmu” terdengar suara lembut dari telinga kananku. Aku langsung menoleh. Dan ternyata itu Anisa. Kami saling berpandangan selama beberapa detik. Selama beberapa detik itu pula, aku tenggelam dalam hitam bola matanya. Dia memberikan plastic mika berisi lasagna, makanan kesukaanku. Aku masih mengumpulkan nyawaku, berpikir apakah ini adalah sebuah kenyataan atau tidak.

Aku mengambil plastic mika tersebut. Belum sempat aku mengucapkan sepatah kata, dia langsung membalikkan badannya dan berjalan cepat menjauhiku.
Tanpa pikir panjang, akupun langsung berlari ke arahnya, menepuk bahunya, dan berkata,

Terima kasih. Kamu Anisa, anak manajemen itu kan ?

Dia tampak terkejut. Dan yang kuingat, senja tidak pernah menjadi seindah dan seromantis itu.

***


Hi guys ! thank you for reading my second part of this story. I feel happy by writing this story. How does it feel when you like someone then they like you back ? Maybe we don't realize, when we feel sad, think that we are alone, there is someone who cares with us. 
I have so many stories in my head, about conventual, about afterlife, but my friend said that it's controversial, so maybe love story like this is safer ^.^
Ok guys, thank you and happy reading my another story :D

No comments:

Post a Comment

Pilihan untuk Menjadi Ibu yang Bekerja

Menjadi ibu itu capek ! Serius, melelahkan. Sebagai seorang ibu, mau bekerja atau full time di rumah, tetap saja melelahkan. Beberapa waktu...